batak itu keren

Percakapan Panjang dengan Benny Panjaitan (3)

Posted on: 15 Februari, 2008

Kredo Musik Panbers : Sendu Namun Selalu Optimis

Ya, lagu “Gereja Tua” itu (idenya dari) pengalaman saya sendiri, semasa sekolah. Dulu, saya sekolah di Katolik, di Palembang. Ada gereja di situ, saya membayangkan itu….

PANBERS adalah Benny Panjaitan dan sebaliknya. Selain sebagai vokalis utama , Benny juga pencipta lagu andalan grup band legendaris itu. Hampir semua lagu yang pernah dipopulerkan Panbers adalah ciptaannya. Peran dan fungsinya sama vitalnya dengan John Lennon di The Beatles, Freddy Mercury di Queen, dan Mick Jagger di Rolling Stones. Untuk ukuran Indonesia, setara dengan Achmad Albar di Godbless, dan Rhoma Irama di Soneta Group.

Kalau dilihat dari karya-karyanya, tidak salah kalau ada yang menilai Benny sebagai pribadi yang sentimentil, bahkan melankolis. Hampir semua lagu ciptaannya kental dengan nuansa sendu, kisah-kisah cinta romantis yang liris, dan ballada anak manusia yang kurang beruntung. Dari hits perdana “Awal dan Cinta” sampai hits mereka yang terakhir,”Cinta dan Permata” , Benny dan Panbers tak pernah bergeser dari pop manis yang melankolis.

Lagu-lagu Panbers, atau tepatnya karya-karya Benny adalah suara kaum marjinal Indonesia pada dekade 70-an. Tipikal orang pinggiran yang mencoba “deal” dengan dunia kapitalisme, hanya berbekal ketulusan dan cinta. Potret pria miskin yang kehilangan kekasih, lantaran kalah bonafide dengan para OKB (Orang Kaya Baru).

Cerita klasik mengenai kelas sosial yang kalah ini kemudian digarap oleh Black Brothers pada dekade 80-an, dengan pendekatan yang sangat garang, marah dan mengejek. Kemudian dilanjutkan oleh Iwan Fals pada dekade 90-an, dengan lirik-lirik satire yang pahit.

Jadi, dalam konteks “sejarah sosial” Indonesia dalam musik, Panbers lebih berhasil meletakkan pijak historis ketimbang Koes Plus. Yang disebut terakhir ini lebih mencerminkan suara kelas sosial baru atau OKB, lewat lagu-lagu riang dan jenaka mengenai pakansi dan rendezvous dengan gadis petani. Boleh jadi, “watak’ borjuisnya yang sangat kental itulah yang membuat Bung Karno sebal pada Koes Plus; bukan pada genre musiknya yang ngak-ngik-ngok itu.

Majalah Tatap tidak mencoba menggali lebih dalam mengenai “platform” atau “kredo” Benny Panjaitan dalam menggubah lagu-lagu Panbers, padahal aspek inilah yang paling menarik untuk kita ketahui. Setelah Benny mencapai kematangan sebagai musisi, penyanyi dan pencipta lagu, pasti sangat menarik untuk mendengar penuturannya sendiri mengenai sikapnya dalam berkesenian. Mengenai aneka peristiwa dan kisah di balik lagu-lagunya, baik yang bersifat pribadi maupun fenomena sosial di zamannya.

Namun demikian tetap sangat memikat untuk menyimak penuturan Benny mengenai proses penciptaan lagu-lagunya, berikut ini :

Isolasi total selama mencipta lagu

Ada beberapa grup musik dunia yang berpengaruh terhadap Panbers. Kalau untuk vokal, cenderung Bee Gees. Kalau musikalnya, The Beatles. Queen kami suka juga. Tapi, kami mendengar hanya menyimak. Tidak inspirasinya.

Dan saya, kalau sudah mau mencipta lagu, paling tidak satu bulan tidak putar kaset siapa pun. Kasetku pun tidak aku putar, karena takut sama lagunya.

Makanya, apakah ada mirip melodi lagu pertama saya sampai sekarang ? Tidak ada! Melodinya mirip saja sedikit, nggak jadi. Kalau satu dua bar boleh, kalau sampai enam bar, kok kayak lagu ini, malu saya. Saya malu sama diri saya. Makanya, lagu Panbers itu banyak abadi, karena lagunya lain-lain, nggak mirip.

Lebih dulu lirik, baru melodi

Saya itu pertama sekali menciptakan lirik lagu. Dari lirik, baru saya ciptakan melodinya. Karena lirik itu roh sebuah lagu. Melodi adalah tubuhnya. Jadi kalau lirik ini biasa-biasa saja, bahasanya boleh dikatakan bahasa sehari-hari, percayalah dia nggak akan bisa lama.

Mencari yang bagus sulit. Satu tempo saya rekaman. Lirik ini saya tunda lagi, ubah. Jadi sangat berhati-hati. Proses mencipta lagu memang nggak terlalu lama, bisa lima menit, 10 menit, 15 menit. Tapi, memproses untuk menjadi baik itu berhari-hari. Saya harus berkonsultasi sama adik-adik, mendengarkan kembali.

Kayak rekaman 2008 ini hampir dua tahun prosesnya. Sampai kami bingung karena akhirnya tercipta 17 lagu. Terpaksa kami bagi dua. Keluar pertama, nanti pertengahan tahun keluar lagi.

Sendu namun tetap optimis

Saya pemerhati kehidupan. Lagu saya selalu saya usahakan santun, tidak menyinggung orang. Ada unsur nasehatnya. Lagu saya selalu tidak pernah mengajak orang menjadi putus asa, tapi semangat. Meskipun dalam kesenduan, ada satu harapan.

Idenya sebagian dari pengalaman saya sendiri. Tapi kebanyakan, sekitar 60-70 % dari pandangan mata; pengamatan terhadap kenyataan hidup di sekitar kita.

Ya, lagu “Gereja Tua” itu (idenya dari) pengalaman saya sendiri, semasa sekolah. Dulu, saya sekolah di Katolik, di Palembang. Ada gereja di situ, saya membayangkan itu. Sebagai pertemanan kan; pertemanan kan bisa melebihi orang berpacaran. Pacar bisa putus, teman jarang putus.Tapi, orang bisa menghayal menjadi apa aja itu.

Bahasa lagu itu lain dengan bahasa cerita. Bahasa cerita segini nggak habis. Kita bisa baca ini mungkin satu jam. Tapi, bahasa lagu lain; bagaimana menciptakan lagu hanya tiga menit, tapi selesai ceritanya. Sulit.

 

Kayak lagu “Cinta dan Permata”. Ada lirik lagu kayak gitu ? “Harta adalah hiasan hidup semata. Kejujuran keikhlasan itu yang utama.” Wah itu kan repot.

Lagu Batak bisa, Inggris pun oke

Biar pun lahir di rantau, saya bangga jadi orang Batak. Terus terang, kalau ketemu orang Batak saya berbahasa Batak. Meskipun terbata-bata, saya sangat suka. Masak saya berbahasa Madura bisa, Batak nggak. Jadi bahasa Batak itu sebenarnya harus kita pelajari.

Kayak lagu “Borngin” ciptaan saya itu sangat terkenal. Saya membuatnya dengan banyak bertanya kiri kanan, melihat, mengucapkannya. Membuat lagu itu menjadi suatu kesan, nggak gampang juga sih. Saya terus beradaptasi, harus melihat dengan baik. Bahasa Batak mungkin boleh sedih, tapi jangan kayak putus asa. Kayak lagu “Boasa Ingkon Pajumpang” itu, kayaknya kan sedih, tapi melankolisnya lebih banyak.

Selain lagu-lagu Batak, saya juga menciptakan lagu-lagu berbahasa Inggris, semuanya berirama rock. Tapi media massa kita tidak mengakui itu sebagai pop Indonesia. Kalau dalam show besar, lagu-lagu itu sering kami keluarin. Kami mainkan. Ada “My Lovely Country”, “Jakarta City Sort, High” dan “Let’s We Dance Together.” (Bersambung)

 

 

1 Response to "Percakapan Panjang dengan Benny Panjaitan (3)"

Betul semua ini aku pernah sudah bersama sepanggung kurang lebih 5 jam show di Maluku Tenggara. Bravo Benny and Panbers

Tinggalkan komentar

Blog Stats

  • 761.443 hits

Arsip