batak itu keren

Buku Sintong Panjaitan Memang “Shocking”

Posted on: 17 Maret, 2009

Mengapa sebagian besar pimpinan ABRI pada waktu itu berada di Malang ? Kalau mereka tahu akan terjadi kerusuhan yang begitu dahsyat tetapi memutuskan tetap pergi ke Malang, maka mereka membuat kesalahan. Tetapi kalau mereka tidak tahu akan terjadi kerusuhan, mereka lebih salah lagi. Mengapa mereka sampai tidak tahu ?

Oleh : Raja Huta

SIAP-SIAPLAH melihat Indonesia dari perspektif baru yang tak terbayangkan sebelumnya, terutama seputar momen-momen gelap sejarah bangsa ini pada bulan Mei 1998. Letjen (Purn) Sintong Panjaitan membeberkannya secara blak-blakan, runtut dan rinci, lewat bukunya yang kini sedang mengguncang panggung politik nasional. Lebih dari sekadar mengejutkan, buku itu benar-benar “shocking”.

Oleh karena itulah, tadi pagi aku merasa lebih beruntung disbanding orang yang menang lotre. Pasalnya, sudah dua hari ini aku mencarinya di sejumlah toko buku, dan mendapat jawaban seragam : habis atau stok kosong. Namun, tanpa disangka-sangka, seorang sahabat lama menghadiahkan buku tersebut.

“Perjalanan Seorang Prajurit PARA KOMANDO”, itulah judul buku tebal bersampul hijau setebal 520 halaman, yang ditulis oleh Hendro Subroto tersebut. Sebuah judul yang terlalu datar untuk buku memoar yang sarat dengan detil peristiwa bersejarah, yang selama satu dekade ini tersembunyi atau disembunyikan dari pengetahuan rakyat Indonesia.

Sejak halaman pertama, adrenalin pembaca sudah langsung dipacu tinggi, lewat penuturan seputar Peristiwa Mei 1998. Salah satu yang paling menarik, sekaligus menunjukkan betapa besarnya pengaruh dan integritas jenderal kelahiran Tarutung (Tapanuli Utara) itu—meski saat itu dia sudah menjadi orang sipil—adalah peristiwa mencekam ketika Prabowo Subianto mendatangi Presiden BJ Habibie di Istana . Saat itu Prabowo baru saja dipecat dari jabatan Pangkostrad.

Prabowo datang ke Istana dalam iring-iringan puluhan kendaraan, dan langsung naik lift ke lantai empat menuju ruangan Presiden Habibie. Dia membekali diri dengan senjata api laras pendek dan magasin. Itu menyalahi prosedur dan bisa membahayakan keselamatan Presiden.

Sintong, yang waktu itu menjabat sebagai Penasihat Presiden bidang Pertahanan Keamanan, langsung memerintah petugas pengamanan presiden untuk mencegat Prabowo. Sempat terjadi dialog singkat antara si petugas dengan Prabowo, kemudian Prabowo menyerahkan semua senjatanya. Sintong pun merasa lega…

* * *

PELUNCURAN buku ini dilangsungkan pada Rabu malam 11 Maret lalu, di Balai Kartini Jakarta, dengan dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional., antara lain mantan Presiden Abdurahman Wahid, Akbar Tandjung,  Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md, Sutiyoso, dan Rizal Ramli.

“Dalam buku ini saya mengungkapkan kebenaran di mana banyak peristiwa yang tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya. Buku ini bukan untuk menghakimi, namun agar kesalahan di masa lalu tidak diulangi di masa depan,”ujar Sintong.

Yang menarik, menurutnya, dalam kehidupan ABRI, terutama pada periode 1980 – 1990-an banyak terjadi praktik KKN. Nepotisme yang menjurus pada penyalahgunaan yang diberikan secara khusus tanpa kontrol sehingga merusak tatanan, sistem, organisasi, personalia dan operasi dan kesatuan komando. “Hal ini yang mengakibatkan kegagalan pelaksanaan tugas dan berkurangnya kepercayaan rakyat,” sesal Sintong saat memberi kata sambutan.

Akan tetapi, kebenarannya seringkali dilupakan dan dimanipulasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Ia mengatakan bahwa ada orang yang berani membuat pernyataan-pernyataan publik melalui buku atau media massa mengeni peristiwa yang tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya. Padahal dirinya hadir secara fisik dan terlibat pada peristiwa tersebut. “Dan saya masih hidup,” tegas Sintong.

Sintong menampik anggapan bahwa peluncuran bukunya ini terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2009 mendatang. “Tidak terkait dengan kepentingan politik. Karena saya tidak pernah tertarik maupun terlibat langsung dengan kegiatan politik praktis. Buku ini saya tulis agar kebenaran diungkapkan dan ditegakkan. Agar kesalahan yang terjadi di masa lalu tidak diulangi lagi di masa depan,” jelasnya.

* * *

BERIKUT ini sepenggal kutipan dari buku “Perjalanan Seorang Prajurit PARA KOMANDO” :

Pada bulan Mei 1998 krisis semakin mencengkram Indonesia. Dibidang politik, gerakan anti Suharto melanda Jakarta dan sekitarnya…

Hari Kamis tanggal 14 Mei pukul 16.00, Penasihat Wakil Presiden Bidang Pertahanan Keamanan Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan menghadap Wakil Presiden BJ Habibie untuk menyampaikan saran agar menenangkan masyarakat dan memberikan instruksi yang dianggap perlu lewat TVRI. Sedapat mungkin pernyataan itu sudah dapat diperoleh sebelum deadline Berita Nasional TVRI pada pukul 19.00 WIB. Pernyataan Wakil Presiden itu juga akan dimuat oleh media cetak untuk penerbitan keesokan harinya.

Akan tetapi, ternyata BJ Habibie tidak berani mengeluarkan pernyataan itu, karena ia tidak mau mendahului Presiden Soeharto. BJ Habibie mengatakan bahwa langkah semacam itu harus ada izin dari presiden. Sintong bertanya, mengapa harus ada izin dari presiden yang sedang ada di luar negeri?

Meskipun demikian, BJ Habibie memerintahkan kepada Sintong untuk mendapatkan konsep pernyataan langsung dari presiden. Akhirnya Sintong dapat menghubungi Menteri Sekretaris Negara Saadilah Mursyid yang mengikuti rombongan Presiden di Kairo. Namun dijelaskan bahwa Soeharto sedang istirahat. Sintong tetap meminta konsep pernyataan yang langsung berasal dari Soeharto. “Kalau perlu presiden dibangunkan, karena situasi negara sedang dalam keadaan gawat,”tegas Sintong. Akhirnya pernyatan Presiden berhasil diperoleh, kemudian dapat ditayangkan dalam Berita Nasional TVRI, pada hari Kamis pukul 19.00 WIB.

Dalam suasana tegang dan mencekam Ibu Kota di bulan Mei 1998 itu, BJ Habibie bolak-balik menghubungi Sintong untuk bertanya,”Di mana para perwira tinggi ABRI yang bertanggung jawab untuk menangani kerusuhan ? Saya mendapat laporan di sana-sini dibakar. Di sana-sini hancur. Saya bingung.”

Sebagai Penasihat Bidang Hankam, Sintong berusaha menghubungi para jenderal, tetapi kesulitan, karena hampir semua perwira tinggi teras ABRI sedang tidak berada di Jakarta. Catatan menyebutkan, bahwa pada tanggal 14 Mei 1998 Menteri Hankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto tetap berangkat ke Malang Jawa Timur untuk bertindak sebagai inspektur upacara serah terima tanggung jawab PPRC (Pasukan Pemukul Reaksi Cepat) ABRI dari Divisi kepada Divisi II Kostrad.

Situasi ini menjadi tanda tanya besar bagi Sintong : Alangkah tidak masuk akal, sampai hari ini pun sangat tidak masuk akal. Mengapa sebagian besar pimpinan ABRI pada waktu itu berada di Malang ? Kalau mereka tahu akan terjadi kerusuhan yang begitu dahsyat tetapi memutuskan tetap pergi ke Malang, maka mereka membuat kesalahan. Tetapi kalau mereka tidak tahu akan terjadi kerusuhan, mereka lebih salah lagi. Mengapa mereka sampai tidak tahu ? Kerusuhan yang terjadi di Jakarta bukan hanya merupakan masalah Kodam Jaya, tetapi sudah menjadi masalah nasional.

23 Tanggapan to "Buku Sintong Panjaitan Memang “Shocking”"

Mengungkap kebenaran memerlukan tanggung jawab yang sangat besar. Dikalangan pejabat Indonesia, biasanya sangat anti dengan kritikan-kritikan dan juga pencemaran nama baik. Saya tidak tau kenapa,…mungkin karena harga diri pejabat kita itu tinggiiii sekali…,(namanya juga perwira tinggi). Pertannyaanya,…kenapa setelah peluncuran buku ini tidak gugat-menggugat, fitnah menfitnah dan semacamnya, bagi orang2 yg merasa dirugikan?……. jawabnya karena orang-orang yang diceritakan pak Sintong ini adalah orang – orang yang sedang mencalonkan diri jadi Presiden.

Tapi setidaknya buku ini telah mengajarkan khalayak untuk lebih selektif memilih pemimpinnya. Kita jadi tau track record seseorang dan juga tingkat tanggung jawabnya terhadap negeri ini.

Bang Robert,…terimakasih atas blog nya. Isinya tajam dan kritis…mudah2 an juga terpercaya. Perbanyak artikel2 nya bang. Gbu.

“SOLD OUT…!!!”
Itulah ucapan penjaga Toko Buku Gramedia di Matraman saat orang2 rela antri dari mulai buka toko, sampai hari hampir siang.
Terbukti….Kisah Putra Batak yang menjadi Talenta Indonesia ini memang telah lama ditunggu-tunggu kisah sejatinya. Baik dalam Peristiwa Pembajakan Pesawat Garuda (Tragedi Woyla) sampai suasana Pra-Reformasi Mei 98.

Semoga Buku “Perjalanan Seorang Prajurit PARA KOMANDO” (PSP PK) menjadi Best Seller di Indonesia.

God Bless U Bp.LetJend (Purn) Sintong Panjaitan & Keluarga

Horas, Appara-Bapa Tua..Pak Sintong Panjaitan…!!!

gabung di grup facebook
Sintong Panjaitan sang prajurit para Komando

Salut buat orang-orang yang mau mengungkapkan apa yang masih menjadi misteri di sejarah bangsa ini. Saya juga mencari buku ini tapi belum dapat…Tapi sebaiknya selain membaca bukunya Sintong Panjaitan, perlu juga kiranya dibaca tulisan versi lain tentang sejarah TNI ini terutama dalam rentang waktu 1990-2000. Karena beberapa hari yang lalu saya menonton wawancara Kivlan Zein, seorang bekas tentara juga dan sekarang menjadi salah seorang ketua DPP Partai Gerindra, pimpinannya Prabowo. Dalam wawancara itu dia juga punya fakta untuk mengcounter apa yang disebutkan Sintong dalam bukunya. Jadi kalau kita bisa membaca sejarah TNI dari 2 versi yang berbeda mungkin lebih baik.
Oh ya,,apa benar Sintong Panjaitan ini dulunya pemimpin pasukan pembebasan TimTim, yang disebutkan membunuh banyak demonstran andti-integrasi yang tidak bersenjata ?

salam

@kalasenja
Memang banyak versi tentang sejarah perjalanan ABRI/TNI, tapi semuanya malah membuat bingung.soalnya setiap tokoh menuliskan opini yang berbeda dalam setiap buku-buku yang ada,dan bagi saya buku-buku tersebut lebih mementingkan ego masing-masing,harusnya mereka sadar bahwa sejarah TNI merupakan milik bangsa maka,sejarah tersebut janganlah dijadikan komoditas politik sehingga menimbulkan kebohongan-kebohongan dan pemutarbalikan fakta-fakta yang ada. menurut saya sebaiknya para tokoh tersebut di pertemukan dalam sebuah forum supaya menemukan titik terang sejarah ABRI/TNI.kalau tidak, masyarakat kita akan terus dicecokin dengan kebingungan-kebingungan.

Soal kivlan zen….saya kurang percaya dengan opini beliau,seharusnya yang lebih tau sejarah tersebut adalah orang-orang TNI yang berada di Korps baret merah,sedangkan pak Kivlan Zen berada di Korps Baret Hijau. Agum Gumelar saat diwawancarai di TVone terheran-heran melihat pernyataan Pak Kivlan yang merasa lebih tau tentang masalah di korps baret merah,apalagi pak kivlan sampai berbicara bahwa yang menaikkan habibie jadi wapres adalah kelompoknya (prabowo cs).jadi ada kesan bahwa setelah habibie naik,prabowo cs akan jatah jabatan startegis di TNI.

@kalasenja

link ini kesaksian seorang jendral yang mengetahui persis kejadian di tim-tim waktu peristiwa santa cruz :

MAYJEN TNI SINTONG PANJAITAN

udah nyari kemaren ternyata diserang selalu telat alias belum ada

Salut untuk keberanian dari bapak Sintong Panjaitan dalam membeberkan fakta kebenaran sejarah. Sejarah kelam memang harus ditinggalkan tapi tidak boleh dilupakan, penting untuk pembelajaran, dan pengingat sejarah. Saya mendukung penuh penerbitan buku yang bapak Sintong Panjaitan buat.

Bekasi 21 Maret 2009

MOAN

@kalasenja

Kivlan Zein?! Coba simak wawancara dengan beliau, kesan saya orang ini kurang cakap, mau jadi presiden pula.
kok kucing mengomentari urusan harimau!!!

salam kenal
mampir yaaa,,

soal buku sintong panjaitan launching, saya tau dari berita di tv one, sempet seru juga nonton dan menyimak wawancara tv one dgn “tulangku” itu hahahhaha,,,,,
jadi tau gimana, betapa ada saat saat menegangkan di masa masa peralihan kekuasaan
Politik nampaknya menegangkan
politik kayaknya disediakan bagi mereka yang memiliki intrik dan kelihaian dalam berkelit,,(pemikiran org awam..)

seneng bisa mampir disini, nambah2 pengetahuan ttg politik secara kaum2 bataknese,,

horas ma di hita sasudena!
GBU

@ Rizal Sitorus

Aku setuju dengan semua yang lae katakan. Mengenai harapan lae supaya blog ini bisa menjadi terpercaya, I’ll do my best.

Mauliate

@ David Sinambela

Sempat beredar kabar bahwa pihak tertentu sengaja memborong buku ini dengan maksud supaya tidak dibaca oleh publik. Faktanya, buku ini memang sempat kosong di toko buku. Namun sekarang sudah tersedia kembali di rak-rak toko buku.

Menjadi best seller sudah pasti. Tapi, yang paling penting adalah manfaatnya bagi pembenahan TNI, dan untuk perbaikan praktek politik di negeri ini.

Satu pelajaran penting dari buku Sintong Panjaitan ini adalah penegakan meritokrasi di Indonesia, supaya jangan terulang lagi seorang kapten bisa mengatur para jenderal; dan keputusan resmi lembaga TNI bisa dianulir oleh seorang perwira karena dia mentang-mentang keluarga sang diktator.

@ Torang Situmorang

Thx untuk infonya.

@ kalasenja

Menurut penuturan Sintong dalam buku ini, dia pernah menganjurkan kepada Presiden Soehato supaya Timtim diberikan status Daerah Istimewa seperti halnya Aceh. DIY dan DKI Jakarta. Pada intinya dia sangat mementingkan pendekatan tanpa senjata di Timtim.

Menurut analisaku, terjadinya Insiden Dili yang menewaskan beberapa demonstran, mengakibatkan Sintong dicopot dari jabatan Pangdam Udayana, dan praktis mengakhiri karir militernya yang cemerlang; adalah sebuah rekayasa dari perwira TNI yang berambisi jadi Panglima TNI. Saat itu Sintong berada di jalur yang mulus menuju jabatan Panglima TNI, jadi harus disabotase supaya tidak menjadi perintang bagi perwira yang ambisius tadi.

Yang jelas, Gubernur Timtim Mario Carascalao sampai menjuluki Sintong “Jenderal Berhati Emas”; dan Uskup Belo sangat mendukung ide Sintong untuk penyelesaian permanen masalah Timtim, yaitu pemberitan status daerah istimewa tadi.

meluncur ke facebook nya.hehe

Pada dasarnya, terlihat jelas kenapa baru saat seperti ini Sintong mengeluarkan buku “panas” tersebut. Amat manusiawi biloa dikatakan Sintong sedikit risih dengan naiknya kembali pamor rival masa lalunya, Prabowo. Mungkin bukan rival, namun orang yang selalu seenaknya dan mungkin amat mengganggu seorang Sintong. Namun dibalik semua itu, semoga saja Sintong tetap mempertahankan harkat derajat martabatnya, dengan tetap objektif dan jujur dalam setiap informasi “baru” yang dimuat dalam buku “panasnya”

Saya sudah beli & baca bukunya..hot & banyak fakta sejarah disitu (walaupun tetap perlu cross check dengan sumber lainnya). HANYA..sangat disayangkan dan sangat menggangu buku sekelas ini banyak sekali salah tulis, salah penempatan tanda baca, double penulisan (di catatan kaki & isi).
Kesannya terburu-buru dan mau tidak mau saya jadi berpikir kembali benarkah tidak ada hubungannya dengan PEMILU 2009 ini?
Di luar itu semua..tetap salut buat buku pak Sintong P. ini…

Walau sama2 keturunan narasaon, bukan membela tapi yg ada di benak sy, mamanya Gen.Sintong saja sudah kasih nama, yg artinya benar.

Coba saja ikutin jawaban kivlan d media2, nantinya mesti bisa lihat kemana angin bertiup… klarifikasi demi klarifikasi membuat pernyataan dahulu menjadi tidak benar… hahaha.

Mungkin saja Gen.Sintong tidak mau membiarkan ada bagian dari masa lalu yg membebaninya. Yah kira2nya sama kali ya kaya’ kita2 yg punya kebiaasaan menuliskan buku harian atau blog, terkadang itu bisa membuatnya plong dan lega telah mengeluarkan uneg2nya… setelahnya ya terserah aja kalau kebetulan yg baca itu mau percaya/tidak. uneg2nya kan berhubungan dengan banyak orang, makanya mungkin itu membuat beliau mau menuliskannya dalam bentuk buku.

Sy banyak menggunakan *mungkin* karena memang hanya beliau saja lah yg tahu yg sebenarnya.

Bisa saja kalau ini terjadi ke sy, tidak semua hidup sy harus jelaskan ke manusia cukup Tuhan yg tahu kebenarannya, tapi bisa saja kelak sy melakukan hal yg sama, supaya jangan anak dan cucu sy menanggung berita yg tidak benar, itu yg penting, pomparanku tahu sebenar2nya.

Horas, uli.

apa kabar abang?

senang membaca ini
mauliate

horas!

Memang sebagian isi buku Pak Sintong Panjaitan (untuk periode penculikan aktifis dan seputar kerusuhan dan pergolakan politik Mei 98 dan selanutnya, selain itu untuk Pa Prabowo juga informasi pada periode sejak tahun 83, ketika masih menjadi pamen di kopasanda/ kopassus) ini bisa membuat orang lain Seperti Pa Prabowo dan Pa Wiranto kesal karena sekarang kedua beliau ini merupakan ketua Partai Politik yang sedang akan mengikuti pemilu, tapi buku ini justu akan menjadi aneh dan akan dipertanyakan kejujuran dan kredibelitasnya oleh orang lain jika peran kedua tokoh militer tersebut tidak dibahas secara lebih lengkap dalam peran masing-masing, Khususnya dalam periode proses reformasi dan tragedi Mei 98, karena ketiga tokoh ini berperan signifikan dalam jalur masing-masing. Paparan tentang mereka dalam buku Pa Sintong ini sebenarnya hanya merupakan justifikasi yang menguatkan bagi informasi yang mungkin setiap hari telah disampaikan di hampir semua media massa pada waktu-waktu itu, untuk itu sebaiknya kitapun boleh meremind akan info media waktu itu. Selain itu menurut saya tidak fair mengatakan atau menuduh buku ini seolah-olah ditujukan untuk menjegal atau mereduksi kepopuleran Pa Wiranto dan Pa Prabowo dalam aktifitas politik dan partai politiknya, karena sampai saat ini Pa Sintong Panjaitan tidak terkait politik praktis, jadi tidak ada urusan dan kepentingan baginya dengan orang/ pihak lain kapan buku ini akan diluncurkan. Jadi timing peluncuran dan isi buku ini jangan ditarik ke ranah politik, karena itu tidak adil menuduh seseorang punya maksud politik terhadap seseorang sementara kita ketahui yang bersangkutan sama sekali tidak bersinggunngan dengan politik dan partai politik setelah Masa Jabatannya sebagai penasihat presiden bidang hankam berakhir sesuai dengan masa jabatan Pa habibie berakhir sebagai presiden.

Oleh Karena itu menurut dugaan saya, Pa Prabowo atau Pa Wiranto akan dinilai justru mengundang kerugian politik bagi diri sendiri jika secara emosional dan berlebihan berkomentar, membantah (saya lihat hal itu diperankan oleh keduanya dalam menanggapi buku ini, hal itu bagi saya menunjukkan bahwa mereka adalah jenderal yang smart karena mereka dapat menyadari hal itu) dan jika berusaha mengkonter buku ini dengan menulis buku lain (hal ini saya belum yakin apakah mereka tidak mengkonternya dengan menulis buku tersendiri) tapi menurut saya menulis buku tersendiridengan maksud untuk mengkonter buku Pa Sintong akan bisa menarik minat orang lain/ pihak ketiga untuk membuat penilaian sendiri dan bahkan membahas dan ingin membuktikan lebih lanjut informasi mana yang paling benar diantara mereka, dan jika hasil penelitian pihak ketiga benar/ sesuai adanya seperti yang ditulis Pa Sintong, bukankah itu merugikan nama baiknya dan apa mereka mau mengkonter lagi, dan setiap mereka berusaha membantah dengan emosional setiap itu pula orang bertambah yakin dengan bukunya Pa Sintong, sebabnya karena informasi di buku Pa Sintong ini telah banyak atau sering kita baca, dengar dan ada dengan fakta-fakta yang kita saksikan dan lihat seputar proses dan terjadinya peristiwa tahun 98, ada kaitannya dengan mereka sebagai pejabat militer dan keamanan negara. Selain itu menurut saya kedua tokoh militer ini jauh lebih tau dan lebih kenal daripada kebanyakan orang tentang apa dan siapa Pak Sintong dalam sikap dan kredebilitasnya sebagai seorang militer sama seperti mereka.

Menurut penilaian saya, tidak tepat jika ada yang beranggapan bahwa penulis buku memoar Letjend sintong Panjaitan ” Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando”, menuduh penulis (Pa Hendro) atau buku ini seperti melebih-lebihkan peran Pa Sintong sendiri sementara peran yang lain tidak disinggung dengan porsi yang lebih besar. Sebagai seorang penulis yang handal dan sering menjadi saksi mata bersama team Pa Sintong dan team yang lain saat-saat melakukan operasi militer dulu, dia tau persis apa yang dilakukannya dalam buku ini (walaupun terdapat beberapa salah cetak tapi sebenarnya tidak mengaburkan makna) sehingga dia menciptakan buku ini agar sejalan, sesuai dan memperkuat gambaran tentang sosok Sintong Panjaitan sebagai seorang prajurit para komando yang profesional, taat, tidak bisa dipengaruhi oleh orang lain atau situasi baik yang menguntungkan atau merugikan dia, yang punya kemampuan luar biasa seperti pasukan para komando itu sendiri terutama di zaman sebelum tragedi mei 98 yang punya kekuatan magis bagi orang lain dan mendapat pengakuan luar biasa baik dari dalam maupun luar negeri dari masyarakat sipil atau militer, semuanya karena kemampuan, prestasi, disipilin, ketaatan, serta kemampuan, kehebatan, kekurangan, kelemahan mereka tidak ditunjuk-tunjukkan bagai hiburan seperti pada saat ada acara perayaan tertentu, tapi kapanpun dibutuhkan mereka akan mendemonstrasikan operasi mereka dilapangan operasi mereka dan media tinggal akan menceritakan operasi mereka telah terlaksana dengan hasil baik, memuaskan atau luar biasa. Seperti yang dikatakan oleh Jend. Luhut Panjaitan dalam buku tersebut, Sikap magis itulah kehebatan dan kelebihan Kopassus dan Pa Sintong. Saya sangat setuju, coba ingat seumur Pa Sintong dengan kemampuan dan prestasinya yang luar biasa, apakah beliau ini pernah diwawancarai atau mengomentari sesuatu dan dimuat media massa baik koran atau tv (saya kurang tau setelah bukunya di luncurkan)?? Karakter dan sikap seperti itu hanya bisa dimiliki dan terpelihara oleh orang, yang berjiwa pemimpin yang pemberani, berprinsip dan karakter kuat, berdisipilin tinggi, terlatih dan berpengalaman tempur yang sangat luar biasa, dipadu dengan sikap dan kemampuan bawaan dan latar belakang kehidupan sebelumnya dan dengan sendirinya hal itu membentuk dirinya legendaris, kharismatik dan berdaya magis. Itu makanya ada jenderal yang berkomentar sangat singkat tentang komentar-komentar seputar isi buku ini yaitu: “Saya kira Pa Sintong bukan type pembohong”.

Tahun 87 saya pernah dengar langsung cerita seputar pembebasan sandera pesawat Woyla ini dari seorang instruktur pada saat isitirahat ketika saya mengikuti acara latsarmil di rindam, condet, jaktim dimana dia juga merupakan salah seorang anggota team Pa Sintong dalam operasi pembebasan pesawat woyla dari pembajakan di bandara Don Muang, Muang Thai/ Thailand. (perintah komandan Sintong ke instruktrur kami ini, ” … So, So, amankan dia, ngapain dia kesini…” ketika diluar rencana Letjend Benny Murdani ikut masuk ke titik operasi mereka, ceritanya bagi saya adalah: Persis seperti yang diceritakan dalam buku ini, analisa yang sangat tepat dan profesional, dugaan posisi pembajak, pelaksanaan operasinya dengan sangat cermat, cepat, tepat dan benar-benar terlatih walaupun dua orang diantara mereka ada yang tertembak dan beberapa hari berikutnya rekan mereka Pa Kirang akhirnya meninggal menyusul pilot Pa Herman Rante yang ditembak salah seorang pembajak yang meninggal 2 hari setelah tanggal pembebasan sandera.

Horas.

saya telah membaca Buku Pak Sintong Panjaitan.
Saya sangat KAGUM dan BANGGA akan Sosok seorang Prajurit Para Komando,dengan segudang Pengalaman ‘Taruhan Nyawa’ Demi Bangsa dan Rakyat Indonesia.
Terima Kasih Pak Sintong atas jasa kepada Bangsa Indonesia.
Semoga Tuhan Memberi Kesehatan dan Damai Sejahtera Buat seluruh keluarga Besar Pak Sintong Panjaitan.

tulangku pak Sintong adalah pemberani

kita beli bukunya, biar kita lebih kenal sama tokoh ini.
Horas Jenderal… Bravo

Menurut saya pak Sintong menulis buku ini untuk melengkapi ( semacam klarifikasi ) buku-buku sejenis yang membahas masalah yang sama dari penulis lain yaitu:
1. Bersaksi di tengah badai, oleh Wiranto ( 2003 )
2. Konflik dan integrasi TNI – AD oleh Kivlan Zen ( 2004 )
3. Detik-Detik yang Menentukan : Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi oleh Baharudin Jusuf Habibie. (2006 )
4. Prabowo sang Kontroversi : Penculikan, Isu Kudeta, dan tumbangnya Seorang Bintang. oleh Eros Djarot dkk (2006 )
Sebelumnya pak Sintong belum pernah menulis buku atau diwawancarai oleh mass media. Beliau seorang yang rendah hati, tidak menonjolkan diri yang taat azas seorang perajurit harus patuh pada perintah komandan. Ini dibuktikannya pada saat pengejaran Kahar Muzakar, kalau dia mau Kahar Muzakar bisa ditangkapnya; tapi beliau dapat perintah untuk terus membayangi Kahar Muzakar dan menghadang bila KH menyingkir lari. Sudah menjadi jalan hidupnya menjadi korban konspirasi dari para perwira yg KKN disekeliling Suharto, dan kebetulan pak Sintong orangnya apa adanya, jujur dan berani mengutarakan pendapat bahkan kepada Suharto sekalipun. Beliau bukan tipe pelapor ABS yang suka ambil muka; bahkan putra Presiden Suharto sang pengusaha Bambang Trihatmojo dinasehatinya agar menjadi orang baik karena tidak selamanya Suharto jadi presiden.
Dari komentar dari beberapa kawan saya yang membaca buku seperti diatas, mengatakan bahwa buku yang ditulis pak Sintong ini adalah tulisan paling jujur. Belakangan ini terbit lagi buku dengan judul : SINTONG & PRABOWO, dari “Kudeta L B Murdani sampai “Kudeta Prabowo”, oleh A.Pambudi ( 2009 ). Banyak tulisan dan analisa dari pak Sintong dalam bukunya itu diakui dan dibenarkan oleh A. Pambudi.
Ada suatu pelajaran yang dapat kita petik dari pengalaman pak Sintong, yaitu pada saat beliau menjadi Pangdam Udayana; mungkin karena lebih mengutamakan tugas dan tidak punya sifat ambil muka beliau menugaskan Kastafnya menjemput Suharto di airport dan pak Sintong berangkat ke Dilli untuk tugas. Suharto berencana hendak melaksanakan perayaan ultah perkawinan dan launching bukunya di Bali. Suharto datang incognito jadi bukan dinas. Itulah beliau “orang apa adanya” tanpa menyadari sang Suharto menjadi tersinggung. Sejak saat itu Suharto kheki sama pak Sintong.
Kejadian serupa terjadi juga kepada jenderal T B Simatupang. yang mengundurkan diri dari panglima pada usia 38 tahun. Pak TB adalah orang kedua setelah jenderal Sudirman; pak TB sering diskusi dengan Soekarno dalam bahasa Belanda. Soekarno tidak pernah malu bila kalah berdebat dengan pak TB, karena mereka diskusi dalam bahasa Belanda. Pada saat jenderal Sudirman mulai sakit maka pak TB lebih sering bertemu dengan Soekarno. Waktu itu ada dua faham yaitu perjuangan dengan diplomasi atau perjuangan dengan perrjuangan bersenjata ( perang ). Umumnya dari pihak tentara TKR dan para pemuda menganut faham perjuangan bersenjata. Pada suatu diskusi dengan Soekarno pak TB kecewa atas pendirian yang kukuh dari Soekarno, maka pak TB meninggalkan ruangan dengan membanting pintu. Sejak saat itu hubungan Soekarno dengan pak TB menjadi hambar. Kemudian sepertinya pak TB dikucilkan ( ingat pengaruh Soekarno sangat besar ) maka pak TB mengundurkan diri. Maksud saya kita perlu juga memahami budaya dari etnis lain agar tidak terjadi salah faham.
Horas ma

Amangboru Sintong Panjaitanl adalah contoh dari orang yang tidak tepat pada waktu dan tempat yang tepat. Jadi kita tahu di negara yang mementingkan bangsa dengan kaum yang mayoritas ini, maka kaum minoritas tetap harus mengalah. Sabar deh ya amangboru

Tinggalkan komentar

Blog Stats

  • 761.459 hits

Arsip