batak itu keren

Lomang (Bukan Ketupat!), Makanan Khas Lebaran di Tapanuli Selatan

Posted on: 29 September, 2008

Ciri khas Lebaran sebenarnya bukan hanya ketupat. Banyak sekali ragam kuliner yang menjadi makanan khas perayaan Idul Fitri di berbagai daerah, namun tidak diketahui oleh mayoritas warga Indonesia, lantaran media massa nasional terlalu jawa sentris.

Lomang, misalnya, adalah makanan khas dan bahkan sudah menjadi ikon Lebaran di kalangan etnis Batak yang beragama Islam, khususnya di Tapanuli Selatan. Lomang jauh lebih lezat– dan harum pula, dibandingkan dengan ketupat; seperti yang digambarkan dengan penuh cinta dan kerinduan oleh Halida Srikandini boru Pohan, dalam artikelnya yang terbaru ini.

Selamat menikmati,

Raja Huta

tatianak2.wordpress.com

Lomang (kanan). foto : tatianak2.wordpress.com

Dan, buat kami yang memiliki keluarga dengan agama yang berbeda, ada nuansa lain yang membuat kebersamaan itu terasa lebih indah, sebab mereka juga datang dan turut membantu kami. Bahkan saat hari masih pagi sekali, saudara-saudara kami yang beragama Kristen sudah datang, dengan semangat gotong-royong ikut menyiapkan perayaan Idul Fitri…

Oleh : Halida Srikandini boru Pohan

Huaaaaaaaaaa…. lebaran bentar lagi...Baju baru… sepatu baru… kue sopit… kombang loyang…Semua sudah siap….

Tapi, ada satu hari yang penuh kenangan di hari terakhir puasa di Sipirok na soli banua na sonang….

Ach… rasanya ingin segera datang tanggal 27… biar bisa segera menghirup aroma khas Sipirok … oiiss leh Sipirok.. ama na lungun hulala mulak tu sadun…( ooohhh sipirok… rindu banget kurasa kembali kesana… )

Setiap menjelang Lebaran, ada dua kegiatan seru di Sipirok (Sumatera Utara) yang pasti selalu dikenang oleh anak rantau, yaitu mangalomang atau memasak alomang (lemang), dan marbante (baca : marbatte)

Mangalomang

Berbeda dengan tradisi umum di Indonesia, di mana hari raya idul fitri identik dengan ketupat/lontong, Lebaran di Tapanuli Selatan lebih identik dengan alomang (Sipirok)/lomang (Mandailing). Perayaan Idul Fitri di sana tidak lengkap rasanya, jika tanpa alomang/lomang.

Selain karena kelezatannya, alomang/lomang menjadi spesial banget dan selalu dirindukan lantaran kentalnya kebersamaan waktu membuatnya. Sejak merencanakan, sampai kemudian mencicipi alomang/lomang hasil kolaborasi mereka, keluarga-keluarga–dan kadang-kadang ikut juga tetangga—menikmati kebersamaan yang langka dalam suasana penuh canda.

Sejak subuh, para ibu dan anak gadisnya sudah marhutintak(sibuk dan heboh) di dapur, mulai dari urusan manghurhur harambir (memarut kelapa), mamoro santan (memeras kelapa menjadi santan), marsege sipulut ( menampi ketan), dan lain-lain. Sedangkan para bapak dan anak laki-laki mengerjakan bagian mereka di luar rumah; menyiapkan bulu alomang (sejenis bambu dengan ruas yang panjang dan tidak terlalu tebal ataupun terlalu tipis); membuat tungku; dan menyalakan api untuk memanggang lomang.

Seusai menyiapkan semua itu, biasanya para bapak dan anak laki-laki yang sudah mulai dewasa (poso-poso) berangkat ke poken/onan-bahasa Toba (pasar) untuk urusan marbante. Kaum perempuan merampungkan pembuatan alomang/lomang, mulai dari memasukkan daun pisang ke dalam tabung bambu, mengisinya dengan sipulut dan santan, sampai memanggang bambu tersebut di atas bara. Supaya matangnya tepat dan benar-benar gurih, lamanya lomang dipanggang sekitar setengah hari.

Cara menikmati alomang/lomang ini yang paling mantafffff adalah dimakan bersama tangguli (cairan kental yang rasanya manis dibuat dari air nira/tuak) atau lebih nikmat lagi dimakan bersama rondang (rendang)… hmm… nyammmmmyyyyyyy…. alaaahhh lehhhh gabe manetek doma dongdong hu mambayanghonna (jadi menetes deh air liurku membayangkannya)

Selain dengan tangguli dan rondang, ternyata, alomang/lemang enak juga dimakan dengan selai srikaya. Aku mengetahui resep ini pas kami tidak pulang kampung ke Sipirok dan berlebaran di Jambi… molo on dabo malo malo ni halak kota ma on gorar na hehehe…( kalo yang ini sih pintar-pintarnya orang kota ajalah)

Setelah menikah dengan marga NASUTION dari Mandailing, baru kutahu kalau alomang/lomang nikmat juga disantap dengan sirup merah produk Sumut–kalo tak salah mereknya Kurnia. Ach ternyata… alomang ini nikmat disantap dengan apa saja… tangguli, rondang, selai srikaya, sirup merah; semuanya klop…

Yang paling kusuka dari alomang/lomang ini adalah bagian ujung yang paling lunak, rasanya gurihhhh…karena di situ sari santan berkumpul. Dari dulu sampai sekarang, tiap makan alomang/lomang… bagian itu pasti jatahku …tak boleh diganggu gugat, walopun sekarang marlebaranna di rumah mertua, bukan di rumah ompung lagi hehehehe…

Marbante

Marbante ini kalo diIndonesiakan artinya (mungkin) berbantai. Seremmm yahhhhh…

Marbante adalah tradisi lama di luat Tapanuli Selatan, biasanya dilaksanakan sehari menjelang Lebaran. Beberapa sumber yang “kuinterogasi” memastikan, tradisi marbante terdapat di seluruh wilayah Tapanuli Selatan ( Sipirok, Padangbolak, Angkola, Sidempuan dan Mandailing).

Kenangan marbante biasanya lebih dinikmati kaum laki-laki (para ayah dan angka poso-poso i Sipirok). Tapi, kalo kuingat cerita uda sepulang dari marbante; bayangannya sangat menyenangkan dan seru; entah karena suasananya memang seperti itu atau karena udaku itu pandai bercerita–penuh semangat, sehingga aku terpesona…

Husttt… jangan berpikir macam-macam dulu tentang urusan bantai-berbantai ini. Sangat jauh dari urusan kekerasan ataupun kerusuhan. Malahan, supaya untung dalam berbantai, harus jeli dan pintar menaksir. Penasaran kan….?

Sebenarnya, marbante ini adalah urusan niaga, yaitu jual beli daging kerbau/sapi. Tapi, berbeda dengan di daerah lain yang umumnya menjual daging kerbau/sapi per kilogram, di Tapanuli Selatan daging sapi atau kerbau dijual utuh 1 ekor atau minimal 1 paha.

Nah, di sinilah keahlian taksir-menaksir benar-benar diandalkan, karena biasanya harga 1 paha itu sama semua atau harga 1 ekor itu sama semua. Jadi, kalo kita pintar menaksir berat daging itu, bisa lebih murah daripada harga pasaran yang diukur pakai timbangan. Namun, bisa juga sebaliknya, menjadi lebih mahal.

Kalo sampai kejadian salah taksir, misalnya lebih banyak tulang daripada daging, siap-siaplah diomelin sa-ompu (keluarga besar) begitu sampai di rumah. Kebayang kan kek mana diomelin sama boru Siregar … (rata-rata pria di Sipirok istrinya boru Siregar lho… ) Rasanya gatal-gatal mulai dari kuping sampai ke jempol … wakakakakakak. maaf mama… please jangan melototin aku kek gitu yahhhhh …

Karena marbante ini membeli dagingnya dalam jumlah besar, biasanya untuk keperluan beberapa keluarga yang masih satu ompung, maka setelah tiba di rumah para lelaki dalam keluarga besar itu langsung gotong-royong mengurusnya. Mereka memotong-motong daging itu dan memilah-milah mana yang untuk irondang (direndang), isambolon (disambal) ataupun isop (disop).

Selagi kaum laki-laki membereskan daging-daging itu, kami yang perempuan pun sibuk menyiapkan bumbu-bumbu; mulai dari menggiling bumbu untuk rendang, cabe, manghurhur harambir, mambaen (membuat) ombu-ombu, mamoro santan dan lain-lain.

Biasanya, masing-masing sudah punya semacam spesialisasi… Mamaku paling jago urusan bikin bumbu rendang dan sop, nanguda urusan sambal daging. dan para ujingku (adik perempuan ibu-etek(Mandailing)) langsung ambil jurus manghurhur harambir, mamoro santan, mambaen ombu-ombu.

Ombu ombu adalah kelapa parut yang digongseng sampai coklat keemasan lalu ditumbuk halus sampai mengeluarkan minyak. Biasanya ini jadi bumbu pelengkap masakan yang menggunakan santan, misalnya rendang atau gulai ayam.

Setelah beres memilah dan memotong-motong daging, biasanya kaum laki-laki menyiapkan dalihan (tungku) dan soban (kayu bakar) untuk memasak. Oh yah, kegiatan memasak rame-rame ini dilakukan tidak di dalam rumah, tapi di halaman samping atau halaman belakang.

Selain urusan menyiapkan dalihan, kaum laki-laki juga bertanggung jawab menjaga api, dan mengaduk-aduk masakan sampai matang.

Islam-Kristen gotong-royong

Suasana saat memasak terasa sangat indah. Kerukunan keluarga nyata terlihat. Dan, buat kami yang memiliki keluarga dengan agama yang berbeda, ada nuansa lain yang membuat kebersamaan itu terasa lebih indah, sebab mereka juga datang dan turut membantu kami. Bahkan saat hari masih pagi sekali, saudara-saudara kami yang beragama Kristen sudah datang, dengan semangat gotong-royong ikut menyiapkan perayaan Idul Fitri…

Sambil memasak, senda gurau tak pernah berhenti… dan kadang saling mengingat kenangan masa kecil bersama, yang kemudian dijadikan bahan saling marsiarsakan (saling goda). Dari situlah aku jadi tahu, kek mana amang tua waktu muda…kek mana uda waktu muda.. hahahah jadi pada terbuka kartunya

Masih seperti inikah di Sipirok sekarang ?
Semoga keindahan seperti ini tak lekang oleh waktu…

======================================================

http://www.tobadreams.wordpress.com

18 Tanggapan to "Lomang (Bukan Ketupat!), Makanan Khas Lebaran di Tapanuli Selatan"

Wah… lomang!! aku mau Ito Dini, kirimin dong…… 🙂

Kak Dini, dan Iban Robert… Nihh… aku kasi gambar lomangnya ya… http://tatianak2.wordpress.com/2008/07/18/panganan-khas-sipirok/. Silahkan dinikmati… Jangan sampai madede, yaaa… Hehehe…

Memang Sipirok sangat indah dan hangat akan persahabatan dan kerukunananya, barangkali ini adalah bentuk indonesia mini yg kita cita-citakan bersama yg mana warganya yg heterogen saling menghormati dan saling meolong, sungguh indah. Saya terkenang kalau idul fitri, saya selalu makan di rumah teman-teman yg muslim begitu juga sebaliknya saat natal dan tahun baru mereka datang kerumah makan kue2, bahkan kami saling tolong kalau mempersiapkan ulame dan kue2 lainnya,
Indah sekali

@siregar dongoran

semoga keindahan itu abadi yah tulang….. sehingga tak pernah ada konflik seperti di POSO …

SEE PIE ROCK…. gitu anak ku menulis sipirok…. biar keren mam,,, katanya :-))

yoi Lomang BUKAN ketupat! (kalo ketupat untuk lontong biasanya enak dimakan bersama sayur tauco)

Ala anggia ma mangalomang halai…hami atcogot dope sadari jelang arrayo sakalian marbatte , sannari hami dohot dongan-dongan hatia di harangan dope on mambuat bulu.Tarleleng dabo saotik harana mamili bulu na mantap so pas tu sipulut sere i hehehehe

Haloooo…Kak Dini, gimana hari raya di Sipirok? atau udah pulangnya ke Batavia? wah pasti seru nih…bagi-bagi cerita ya kak. Coba kalo masih ada bioskop Sibualbuali 21 pasti film Laskar Pelangi diputar disitu hahahahaha….

Oke kak Selamat Idul Fitri ya mohon maaf lahir bathin

Selamat Hari Raya Idul Fitri untuk semua kawan-kawan di blog ini. Seperti kata orang bijak: lebih baik telat daripada tidak.

Btw, bicara tentang lomang, aku lebih suka menikmatinya dengan srikaya. Di Jakarta ini biasanya aku pergi ke pasar Senen disore hari untuk mendapatkannya. Memang lebih enak daripada ketupat walaupun sama-sama ketan.

Horas

Saya punya suatu usulan bahwa wilayah Tapanuli Selatan (sekarang tapsel, palawas, angkola-sipirok, pd sidempuan, madina dan sebagian labuhan batu) harus MERDEKA dan LEPAS dari PENJAJAHAN Indonesia!!!

Kemerdekaan bagi bangsa Tapsel insyaallah akan membawa berkah lebih baik bagi wilayah dan rakyatnya. Ini mengingat hasil kekayaan alam yang cukup bagi bangsa Tapsel untuk dikelola dan perbedaan budaya antara Tapsel dengan Indonesia (baca : Jawa).

Horas!!! Merdeka Tapanuli Selatan!!!!!!!!!!!!!

selamat idul fitri jg yaah buat semua….surprise bgt bisa nemuin blog batak….lemang emang kalo keluarga gw makannya pake srikaya medan…kalo gw pulang kemedan oleh2 buat bokap pasti lemang tebing tinggi…tapi kalo beli lemang dipasar sini..makannya pake selai srikaya biasa…

Enak kali memang lomang dan dodol di tapsel sana.
Apalagi kalo baru masak.
Waktu kecil aku pernah tiggal di pelosok tapsel sana, Sipiongot.
Disitulah aku kenal lomang dan dodol yang dimasak rame2 dan gotong royong, persis kayak yang di bilang kakak di atas..
Aduh.. seandainya ada yang berbaik hati mengirimkanku kedua makanan itu… Enakkknaaa…
Jadi ngiler bah.. 😀

Lomang dot lasiak ni rondang ayahhhh…!!
enak kali bah…….. kalo di huta kita sekarang mungkin sudah mamomok sa jait ate…….!!!

Bukannya Lemang terkenal dari Tebing Tinggi…..???
jadi malungun pulalah aku sama lemang.

kalau ada resep bagi-bagilah……!!!

resep lemang…

ngk repot kok

cm beras ketan/sipullut santan kelapa dan garam

yg paling pusing adalah cari buluh/bambunya….

trus di panggang di bara aoi kira2 1/2 hari an

gampang kannn

lebaran 1429 h, aku ndak pulang ke madina..
jadi aku kangen lomang,
tapiii bandung juga ada yg jual lomang coba aja ke pasar baru attoo RM kapau

coba hunting lomang
asyik kali yee…

Ceritanya bagus, menamah wawasan

Makanya kawan2, supaya bisa membuat panganon hita makin jeges kualitasnya, kita harus MERDEKA dahulu! Setelah merdeka kita atur lagi negara kita ini. Dgn punya negara yang pisah dari Indonesia, kita insyaallah bisa lbh mandiri dalam mengembangkan budaya kita, termasuk makanan kita, termasuk didalamnya lomang itu.
Ayo dukunglah berdirinya republik tapanuli selatan!

[…] putus-putus…  Hehehe..  Tapi ada 2 tulisannya yang di muat di blog ini tentang ramadhan dan hidangan lebaran di Sipirok yang sangat bagus  dan dijamin memikat hati orang2 yang tahu persis tentang kehidupan […]

ASS,KAHANGGI2KU DISANA UDAH DA, PISAH AJA TAPSEL SAMA BATAK,ANE KURANG SETUJU MANDAILING(ANGKOLA)DIGABUNGKAN DENGAN BATAK TOBA YANG BANYAK KRISTEN ITU(MEREKA SUKA KALI MA BABI)ENTAH KENAPA

mantap …..
rasanya pun….

pungky crazy === NARIKTIKKKKK

Tinggalkan komentar

Blog Stats

  • 761.449 hits

Arsip