Batak Berekor atau Berbelalai…?
Posted 15 Mei, 2008
on:Sudah banyak yang tahu mengenai Viky “Si Pikki” Sianipar. Anak Batak yang lahir di kota, dan baru setelah dewasa berusaha jadi orang Batak yang genuine; artinya belajar bahasa Batak, sejarah dan budaya Batak. Pokoknya, menjadi orang Batak secara kultural. Tapi Si Pikki kan orang Toba, mana dong batak keren lainnya ?
Berikut ini, mari kita nikmati cerita seru Sonda boru Siregar, yang membahasakan dirinya Tati. Berasal dari Angkola, tapi mengaku tidak tahu banyak mengenai habatahon. Padahal, dia adalah putri Baginda Habiaran Siregar, penyusun buku “Kamus Angkola-Indonesia”.
Tati, pegawai negeri di Pekanbaru, dengan bangga memproklamirkan diri : aku orang Batak. Tapi dia bingung juga, kenapa ada istilah Batak berekor. Ada yang bisa menjelaskan ? (Raja Huta)
BEBERAPA waktu yang lalu Tati dapat komen dari Ito Faiz Siregar. Komen tersebut mengenai Kamus Angkola yang disusun Papa dan teman2nya (termasuk Opung Parningotan Siregar gelar Baginda Hasudungan dari Bunga Bondar, pernah dengar nama ini, Ito Faiz?), serta kabar bahwa keberadaan kamus tersebut telah diberitahukan ke para anggota milis Parsipirok. Makasih, ya Ito. Kiranya Tuhan yang membalas segala budi baik Ito.
Mudah2an juga kamus ini bermanfaat bagi generasi penerus Batak Angkola, dan semoga Kebudayaan Batak Angkola tidak punah ditelan zaman… Papa dan teman2nya pasti akan bahagia bila karya mereka bisa bermanfaat. Sekali lagi, terima kasih.
Mami Uli sedang mengamati Tati pake bulung
Komunikasi dengan Ito Faiz dan keberadaan milis Parsipirok, seakan kembali mengugah perasaan Tati, bahwa Tati itu adalah Boru Batak… Iya, nama Tati kan Sondha Siregar… Sebagian besar orang Indonesia pasti tahu, kalo nama itu menunjukkan bahwa Tati berasal dari suku Batak…
Btw, teman2 tau gak kalo suku Batak itu, sebagaimana Dayak juga punya banyak varian? Antara lain Toba, Karo, Mandailing dan Angkola. Bedanya apa sih? Kayaknya sih awalnya beda sebaran secara geografis (maaf kalo salah, ya). Batak Toba, bermukim di sekitar Danau Toba, Batak Karo, bermukim di daerah Tanah Karo (Brastagi, Kabanjahe, Tiga Binanga dll), Batak Mandailing bermukim di daerah perbatasan Sumatera Utara dengan Sumatera Barat. Tapi akhirnya juga jadi berbeda dari cara berlaku, orientasi hidup dan juga bahasa.. Jangan heran kalo orang Mandailing menyebut uang dengan piti dan memanggil saudara laki2 ibunya dengan Mamak, seperti orang Sumatera Barat. Sementara orang Angkola dan juga Toba menyebut uang sebagai hepeng, serta memanggil saudara laki2 ibunya dengan Tulang. Pernah dengar istilah “hepeng na mangatur nagaraon”.. ??? Ini bahas sindiran yang artinya ngeri bangeeeeetttttttt…, bertentangan dengan What Money Can Buy..
Tati gak tahu banyak tentang suku Batak… Tati hanya memperoleh pengetahuan dari keluarga dan sedikit2 dari buku2 sejarah keluarga yang ditulis Opung Bagon Harahap gelar Baginda Hanopan dan Pak Tuo Anwar Janthi Siregar. Tapi Tati tahu bahwa keluarga Tati adalah orang Batak Angkola. Tepatnya, kampung Papa di Sibadoar (sekitar 1.5 km dari Kota kecil Sipirok) dan kampung Mama di Hanopan (terus lagi dari Sibadoar sekitar 20 km).
Apa itu Batak Angkola..?? Batak Angkola adalah orang Batak yang secara geogafis bermukim di antara wilayah Batak Toba dan wilayah Mandailing. Efeknya kita mempunyai karakter budaya sendiri, yang unik… Gak segalak, dan seblak-blakan orang Toba, tapi gak juga dipengaruhi budaya Sumatera Barat sebagaimana orang Mandailing.
Orang Angkola lebih mementingkan keselarasan, sementara orang Toba lebih mementingkan hamoraon (kemuliaan), hagabeon (nama besar) dan hasangapon… Orang Toba juga menganggap berdebat dengan keras adalah sebagai sesuatu yang biasa2 aja…. Sementara di Angkola budaya maila(malu)-nya lebih kuat… Jadi jangan heran ya kalo banyak orang Toba yang jadi pengacara beken.. Mereka memang dari sononya udah jago berdebat dan menarik urat leher…
Beberapa teman Tati yang baru kenal gak percaya kalo dibilang Tati tuh orang Batak.
Katanya, cara ngomongnya, baik logat maupun tutur katanya sama sekali gak seperti orang Batak… Macak cih…..??? Jadi malu deh kami……!!!
Kalo soal logat, mungkin karena Tati dibesarkan di Pekanbaru, di lingkungan Melayu (kan Tati orang Pekanbaru !), plus pengaruh pernah tinggal di beberapa kota yang berbeda, jadi logat Bataknya gak tersisa… Kecuali kalo lagi ngomong batak, atau kalau lagi marah…, hmmmmmm keluar deh ekornya… (kan ledek2annya orang Batak tuh dibilang berekor, gak tau kenapa…) Hehehe.
Kalo soal tutur kata…, kita emang gak terbiasa ngomong bledak beleduk… karena emang di keluarga tidak begitu.. Dan memang orang Angkola itu tidak beledak beleduk., kecuali kalo lagi marah karena merasa harga dirinya diinjak2…
Ngomong2 soal orang Batak.., Tati tuh gak tau banyak adat istiadat Batak Angkola… Paling ngertinya bagaimana bertutur sapa. Ini juga gak gampang lho. Secara, panggilan terhadap anggota keluarga dari garis ibu dan ayah berbeda.. Bahasa juga gak fasih2 banget.. kalo diajak ngomong bisa dikit2.. Kalo pulang ke kampung mudah2an gak malu2in.., karena masih ngerti kalo dengar orang bicara… Kecuali kalo ketemu dengan istilah2 ajaib, seperti beberapa yang diajarkan Mama : bucenetan, dursat, tukap tikap tippalang tipayak. Hehehe. I love your sense of humor, Mam…!!!
Sebenarnya Papa yang punya banyak pengetahuan tentang adat istiadat, karena Papa tuh boleh dibilang Raja Adat (artinya orang yang dituakan dan menguasai tata cara adat). Tapi karena kita hidup di kota yang berbeda dengan Papa, kita jadi gak bisa belajar langsung dari Papa..
Waktu Tati kecil, sekitar kelas 4 SD, Tati pernah mengikuti acara adat Batak. Tapi karena Tati masih bocah, jadi banyak gak ngertinya… Seingat Tati, keluarga kita tuh bikin acara berhari-hari dan bermalam-malam di Sibadoar, pake acara potong kerbau. Bahasa Batak Angkolanya Horja. Selama acara2 tersebut, kalo kita anak2 yang masih kecil gak perlu hadir di pada tahap2 tertentu, kita diantar pulang ke rumah Opung di Sipirok. Makanya Tati jadi gak tau semua yang dilakukan.., hanya ingat acara2 yang Tati dilibatkan.. Dan mungkin ada yang udah terlupakan pula… (mudah2an Papi David bisa segera menuliskan tentang ini berdasarkan buku tulisan Pak Tuo Jakarta (Anwar Janthi Siregar) di blogs-nya ya..?)
Samuel Siregar gelar Baginda Parhimpunan alias Opung Kotuk (Buyut Tati)
Yang Tati ingat, waktu itu keluarga Tati meresmikan Bale ni Ja Barumun dohot Poparanna, yaitu sebuah bangunan beratap tapi tidak berdinding yang menaungi kuburan leluhur Tati. Siapa aja ? Waktu tahun 1978 tersebut, di bale itu terdapat kuburan Ja Barumun dan 3 istrinya (istri2 yang muda dinikahi sebagai pengganti istri yang meninggal, maaf ya, keluarga Tati penganut monogamy. Hehehe), Samuel Siregar gelar Baginda Parhimpunan alias Opung Kotuk (putra Ja Barumun alias Buyut Tati) dan 2 istrinya, serta Piter Siregar gelar Sutan Barumun Muda (Putra Baginda Parhimpunan alias kakeknya Tati), yang saring2 (tulang-tulangnya) nya dipindahkan dari kompleks Pemakaman Blok P, Kebayoran Jakarta sekitar 6 bulan sebelumnya. Saat ini, di bale tersebut telah bertambah penghuninya, yaitu istri Sutan Barumun Muda (Menmen Harahap, putri Tuongku Mangaraja Elias alias Opung Lintje alias nenek Tati), Opung Pintor (Adik Sutan Barumun Muda) beserta istrinya.
Pieter Siregar gelar Sutan Barumun Muda, Opung Tati
Yang Tati ingat, anggota2 keluarga kita dikasi gelar. Termasuk Tati.. Waktu pemberian gelar itu Tati dipakein baju kebaya (Nggak tau punya siapa tuh yang dipinjam..Untung ada yang muat ya.. hehehe), lalu dipakein bulang (hiasan kepala pengantin wanita Batak). Waktu itu Tati dikasi gelar NAI BONA RAJA, katanya sih artinya Ibu Para Raja. Tapi kata bang Rio, gelar Tati itu mestinya NAI BONA GAJAH KECIL BERBELALAI PANJANG…. Rong-rong nya siapa ya…? Hahaha…
Jadi kesimpulannya, Tati itu BATAK BEREKOR atau BERBELALAI, ya?***
Tati dan Mami Uli (yang kecil di sebelah kanan Tati)saat diarak2 keliling kampung di Sibadoar.
==================================================================
31 Tanggapan ke "Batak Berekor atau Berbelalai…?"

Ya…kenapa di katakan BATAK BEREKOR???
PADANG PAN CILOK AYAM, JAWA MAKAN KUTU dll.


“Mami Uli sedang mengamati Tati pake bulung”
tati,… bukan bulung… tapi bulang
bulung = daun / dedaunan
bulang = tutup kepala/mahkota pada pakaian adat (perempuan) angkola/mandailing


“Children should be encouraged to take pride in their ethnic heritage, thereby boosting self-esteem”
“The Batak passed their culture and tradition down from generation to generation from memory, not from a notepad or book. Therefore, if your Mother, Grandmother, Father or Grandfather told you or your family that you are of Batak blood, you are Batak”
Aku sih lupa quote ini saya dapat dari mana tapi saya mengiakan kedua-duanya……
Thats the simplest think we can do now…… seperti yang dikatakan AA Gym “…. mulailah dari diri sendiri”.


[…] Ini postingan beliau yang me-reposting tulisan Tati.. […]


@Charly
o…ya, baru ingat saya…Cina balengkong….
Thanks ngingat in saya..


wakkakakakakakak marga margabus …..
masuk kemana itu yahhh….. ke bor bor apa ke lotung ????
@economatic….
kamu dah kena gabusi….
gabus = bohong
margabus = berbohong


Ada satu marga lagi, sudah sangat dikenal tapi belum diketahui sampe sekarang, masuk marga apa induknya ?? marga yang dimaksud itu adalah “marga hargak” hahaha – hahaha, huahahaah ihi ihiihihihihihi hiihhihihi


makanya gaul sama BATAKNESS, biar nga jadi sioto-oto.


salah pergaulan sitatik ini,
“Gaul sama BATAKNESSSS ito”


Istilah diatas Batak Ber **** dari dulu saya benci.
Apapun alasannya. Menurut saya itu, diciptakan untuk mendiskreditkan orang Batak. Pelecehan …


Wah ceritanya seru.. mauliate buat ceritanya, semoga cerita ini juga bisa menjadi contoh baik buat halak2 Batak (dari berbagai varian – kata Tati) yang lahir di perantauan yang tadinya hanya punya sedikit pengetahuan tentang budaya Batak, bangga dengan kebatakannya dan mencari tahu lagi pengetahuan tentang budaya kita ini.
Namun saya juga memiliki beberapa tanggapan terhadap tulisan ini…
@ Tatianak2
“Jangan heran kalo orang Mandailing menyebut uang dengan piti dan memanggil saudara laki2 ibunya dengan Mamak, seperti orang Sumatera Barat.”
Saya orang Batak Mandailing, memang wilayah Mandailing itu berbatasan dengan Sumatera Barat. Tapi mengenai penyebutan uang dengan kata piti, terus terang saya heran.. karena kami tidak menyebut kata uang dengan kata piti tetapi juga hepeng.. mungkin yang dimaksud dengan Tatianak2 adalah orang yang mendiami wilayah batas Sumatera Barat dengan Sumatera Utara seperti di Rao yang sebenarnya mereka orang Minangkabau, kebudayaan mereka sudah berasimilasi jadi mereka mirip2 orang Batak Mandailing padahal mereka orang Minangkabau sedangkan budaya dan orang Batak Mandailing yang sebenarnya benar2 berbeda dengan budaya dan orang Minangkabau.
Kata Mamak dalam budaya Batak Mandailing bisa dipakai untuk menggantikan kata Tulang bila mau tetapi kata Mamak dalam bahasa Padang bukan juga berarti Tulang atau paman.
“Apa itu Batak Angkola..?? Batak Angkola adalah orang Batak yang secara geogafis bermukim di antara wilayah Batak Toba dan wilayah Mandailing. Efeknya kita mempunyai karakter budaya sendiri, yang unik… Gak segalak, dan seblak-blakan orang Toba, tapi gak juga dipengaruhi budaya Sumatera Barat sebagaimana orang Mandailing.”
Tiap2 sub-suku Batak memang meiliki karakter sendiri bahkan bahasa dan tulisan Bataknya pun ada perbedaan sedikit-sedikit tetapi kalau dibilang sub-suku Batak tertentu tidak galak dan tidak blak2an saya tidak setuju karena pada dasarnya semua bangsa Batak itu punya karakter tegas dan blak2an.. itu salah satu ciri kita sebagai bangsa Batak dan mengenai orang Batak Mandailing dipengaruhi budaya Sumatera Barat, saya yang asli orang Batak Mandailing bilang tidak sama sekali.
” Sementara di Angkola budaya maila(malu)-nya lebih kuat… ”
Ah masa ada orang Batak malu-malu????? :-O … Macak cih…..??? Jadi malu deh kami……!!! 🙂
” Jadi jangan heran ya kalo banyak orang Toba yang jadi pengacara beken.. Mereka memang dari sononya udah jago berdebat dan menarik urat leher…”
hehehehe… masa Tatianak2 gak tahu kalo pengacara ngetop itu mayoritas orang Batak, dan coba lihat deh apa marganya.. lengkap kok, semua sub-suku Batak (varian kata Tati) ada disana 🙂
Saya juga tidak setuju dengan istilah2 seperti Batak berekor atau berbelalai, lebih baik kita hilangkan saja istilah2 seperti itu karena tidak enak didengarnya. Apalagi kalo bilang Batak Upah, lebih tulus kalo ngapa2in (gak perlu diupah).
Sifat umum yang dimiliki orang Batak itu bermental baja alias tidak cengeng atau letoy dan pastinya blak2an aja dalam mengemukakan pendapat, maka urusan “seradak-seruduk” dalam bicara antar sesama Batak itu biasa, selama kita tetap menghormati, menghargai dan menjunjung toleransi antar sesama.
Akhir kata menurut saya yang paling harus dijunjung tinggi oleh kita sebagai orang Batak adalah budaya Dalihan Na Tolu, karena itulah akar adat istiadat bangsa Batak yang selalu walaupun dari sub-suku Batak yang berbeda2 dan itulah yang sangat membanggakan dari bangsa Batak kita ini.


Memang orang batak itu keren2!!! Kalau dikeluarga saya hampir semua varian ada. Ayah saya Batak dari Mandailing, emak dari Toba.. marga Nainggolan sedangkan kakak saya kawin sama marga Siregar dari Angkola… hahahha.. lengkap ya? tapi jelas saya dan keluarga saya nggak punya ekor apalagi belalai 🙂 dan keren semua.
Walaupun beda2 kita semua mengku orang batak. Sebenarnya menurut saya semua batak itu mirip2 kok.. memang ada sih perbedaan dalam adat istiadat tapi nggak terlalu jauh.. buktinya ayah, ibu nyambung2 aja. Kalau lagi kumpul keluarga dari ayah dan ibu, bahasa batak mereka masih bisa nyambung, ngomongin masalah adat juga dan karakternya semua sama; galak! hehehehe… maksudnya tegas2 aja.. dan ayah saya pun batak banget dan sama sekali tidak seperi orang Sumatera Barat.
Jadi kesimpulannya: Batak itu terbukti keren semua!


@ Hamonangan
Saya tidak lihat ada yang kurang dari ito ini sebagai boru Batak. Apalagi kalau dibilang salah pergaulan.
@Charlie M. Sianipar
Memang tidak menyenangkan dapat sebutan yang berkonotasi menghina. Tapi saya rasa sebutan seperti itu lahir dari interaksi sosial orang batak dengan suku-suku lain. Tidak bisa disangkal kalau semangat kekerabatan orang batak sangat kuat.
Saya masih ingat semasa kecil. Walau keluarga kami dari keluarga yang pas-pasan, tetapi rumah kami tidak pernah sepi dari handai taulan entah dari pihak bapak, ibu dan bahkan seringkali sudah sangat jauh yang datang untuk sekadar menumpang beberapa hari atau bahkan ada yang berbulan-bulan hingga bertahun.
Kalau saya menanyakan hubungan kekerabatan saya dengan orang yang datang ke rumah kami, saya antara lain akan mendengar ibu saya berkata kepada saya, “Dia ini adalah anak dari keponakan oppungmu dari oppungmu yang melahirkan saya…”
Kalau sudah serumit ini saya biasanya menerima saja dia sebagai saudara tanpa berusaya mencari tahu hubungan seperti apa yang dimaksud.
Bahkan bapak saya tidak pernah menolak saat ada saudara semarga yang meminta Bapak saya untuk menjadi wali dalam pernikahannya walaupun hubungan dengan orang tersebut hanya karena semarga.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa kalau dua orang batak ketemu, pasti bisa ditarik hubungan kekerabatan entah secara langsung dari garis ayah atau ibu kedua belah pihak ataupun akibat relasi perkawinan dari saudara-saudara kita yang lain.
Hal ini dimungkinkan terjadi karena memang merupakan pesan dari nenek moyang orang batak yang mengakui orang semarga sejatinya adalah saudara kita. Dan saudara kawan kita semarga dengan sendirinya saudara kita juga.
Tetangga kami yang kebetulan dari suku lain, seringkali heran dengan hubungan kekerabatan yang tak pernah putus-putusnya itu. Inilah yang mungkin mendasari kenapa ada istilah batak berekor. Istilah ini sesungguhnya lahir dari kenyataan bahwa orang Batak adalah suku yang sangat memelihara tali kekerabatan yang dipesankan oleh nenek moyangnya.
Dan menurut saya inilah antara lain yang menyebabkan orang batak relatif lebih cepat maju (mobilitas sosialnya) dibandingkan dengan suku-suku lainnya di Indonesia.


@ito tatiana
maju terus..secara habatahon ito masih berpasir-pasir, tapi berani tuangkan pendapat dan cerita menarik. kalaupun ada kekurangtepatan, sperti ito minta dimaklumi – hal jamak ditemui di hita batak rantau dan lahir di rantau pula.
NB (naporlu botoon): sebutan piti yg ito sebut, barangkali kebiasaan di pekanbaru yg dipengaruhi bhs. minang. bahkan orang batak pknbru pun bilang uang = piti.
Okay ito…salute dan jadilah bor-bat yang berkarakter, tegas sekaligus lembut. Dan pesan saya, coba rutin ikuti kegiatan budaya/ngumpul2 komunitas batak (sesuai sub-ethnic bolehlah) di pekan baru. Banyak tuh…atau bisa tanya omp. siregar (angkola) di jl. durian….
salam, si batak pekan baru juga


[…] di-reposting di Toba Dream oleh Raja Huta, ternyata juga dihubung-hubungkan dengan suatu yang “hipotesis yang ajaib” oleh […]


Dulu waktu kecil, saya juga sering dengar istilah “Batak berekor”, tapi sekarang, saya enggak pernah dengar lagi. Mungkin karena di Jawa tinggalnya ya. Dan saya sepaham dengan Si Tohang par Bintan, jadi itu tak perlu dipersoalkan. Bagi saya istilah itu tak bermakna apa-apa.
Yang paling membanggakan dari budaya batak adalah Dalihan Na Tolu (DNT), yang sampai sekarang saya tidak pernah menemukan struktur kekerabatan seperti itu dimanapun. DNT itu sangat luar biasa. Menurut saya itu suatu “masterpiece” kebudayaan. Dan itu adalah Batak.
Horas


mungkin dulu ada orang yg pendengarannya kurang bagus. dia mendengar bukan Batak tp katak. wajar aja kalo katak berekor (berudu) kali yeee


Saya juga lahir dan besar di Jakarta, bergaul dengan orang dari berbagai macam suku dan agama. Saya lebih merasa diri saya orang Jakarta (secara residensial), daripada orang Batak (secara kultural). Jujur saya kurang menyukai konsep tribal exclusivism, maksudnya orang Batak hanya bergaul dengan org Batak, orang Jawa dengan orang Jawa, orang Eropa hanya dengan orang Eropa, dan seterusnya. Saya lebih memilih konsep keberagaman yang universal. Singkat kata, I am very Bhinneka Tunggal Ika-ist and Pancasila-ist. 😀
Meskipun begitu, saya juga menyadari pemeliharaan kebudayaan itu bukan hanya tanggung jawab sosial tapi juga merupakan tanggung jawab pribadi. Kehilangan kesukuan Batak, bagi saya seperti kehilangan nama saya sendiri.
Tulisan yang bagus dari kak Tati. Semoga lebih banyak lagi bacaan mengenai kebudayaan Batak.


maju terus ya Batak,,
halak hita do au,,
boru PANE don!!


Hallo Sonda,
Aku menemukan site ini karena adikku, Mei Harahap yang memberitahukannya. Bagus sekali catatanmu, aku senang membacanya karena ini merupakan catatan melestarikan kebudayaan kita, Tapanuli Selatan.
Semoga lebih banyak lagi bacaan-bacaan seperti ini supaya lebih banyak orang mengenal kebudayaan Batak, khususnya Tapanuli Selatan.
Yunita


HORAS BAH , dari BBX


horas…
buat ito boru sonda boru siregar..tidak lah semua orang batak ngomongnya kasar tapi klo menyampaikan keras ya itu lah orang batak dari Toba dikarenakan wilayah Toba adalah wilayah pegunungan (penduduk yang berwilayah pegunungan pasti bicaranya keras2 lihat orang FLORES,orang INDIAN di amerika,orang ARYA di Eropa,orang IraQ di Timteng,atau orang Papua)
namun bertutur sapa dengan orang lain orang Batak Toba sama halnya dengan orang Batak Mandailing..seperti kata pepatah ORANG BATAK TOBA NGOMONGNYA KERAS TAPI HATINYA LEMBUT
buat ito sonda boru siregar…kebudayaan bangsa Batak adalah kebudayaan dengan peradaban tinggi dikarenakan dari zaman dahulu sudah mengenal TULISAN,ILMU PERBINTANGAN,PRIBAHASA,PEPATAH DAN PESAN2,PAKAIAN DAN NYANYIAN dll…
namun ada selang waktu di sejarah peradaban bangsa Batak itu semua menjadi berubah,,dimana muncul sebuah ucapan di masyarakat BATAK MAKAN ORANG,BATAK BEREKOR,BATAK ITU BARBAR. ini berawal dari PERANG PADRI dimana segerombolan berjubah putih yang mengatasnamakan ALLAH melakukan penyerbuan ke TANAH BATAK (tapanuli) pada zaman kekuasaan RAJA SISINGAMANGARAJA X sehingga dimunculkanlah BATAK MAKAN ORANG,BATAK BEREKOR,BATAK ITU BARBAR,BATAK ITU KASAR agar melemahkan kekuatan orang Batak agar dapat ditaklukan oleh TENTARA PADRI dari sumatra barat..namun dalam rahmat allah yang maha kuasa (OMPUNG MULJADI NABOLON) tanah batak tidak pernah tertaklukan oleh TENTARA PADRI sehingga adat istiadat dan kebuadayaan bangsa batak tetap terjaga hingga sekarang..
begitu sedikit penjelasan saya..
butima
horas..
bangga menjadi bangsa batak


namun ada selang waktu di sejarah peradaban bangsa Batak itu semua menjadi berubah,,dimana muncul sebuah ucapan di masyarakat BATAK MAKAN ORANG,BATAK BEREKOR,BATAK ITU BARBAR. ini berawal dari PERANG PADRI dimana segerombolan berjubah putih yang mengatasnamakan ALLAH melakukan penyerbuan ke TANAH BATAK (tapanuli) pada zaman kekuasaan RAJA SISINGAMANGARAJA X sehingga dimunculkanlah BATAK MAKAN ORANG,BATAK BEREKOR,BATAK ITU BARBAR,BATAK ITU KASAR agar melemahkan kekuatan orang Batak agar dapat ditaklukan oleh TENTARA PADRI dari sumatra barat..namun dalam rahmat allah yang maha kuasa (OMPUNG MULAJADI NABOLON) tanah batak tidak pernah tertaklukan oleh TENTARA PADRI sehingga adat istiadat dan kebuadayaan bangsa batak tetap terjaga hingga sekarang..
begitu sedikit penjelasan saya..
butima
horas..
bangga menjadi bangsa batak

15 Mei, 2008 pada 7:11 am
Wah PertamaX’s 😀
Yup bagus tu, lestarikan adat-istiadat daerah biar ga punah ditelan jaman. Joz!!