batak itu keren

Tano Batak, Danau Toba, Maafkanlah Ketakberdayaanku…

Posted on: 23 Oktober, 2008

“Requiem” hutan Tele yang lae tuliskan di atas sangat menyesakkan dada.

Mana bangso batak yang hebat itu, yang punya sekian jenderal, yang intelektualnya puluhan ribu dan bahkan bertebaran di seluruh dunia : tolong tunjukkan bahwa bangso batak punya harga diri dan nyali.

Entah apakah MS Kaban itu orang Batak atau bukan, tapi dia bertanggung jawab, setidak-tidaknya karena membiarkan hutan Tele dijarah dan diluluh lantakkan. Jangan-jangan dia memang sengaja ditaruh di Departemen Kehutanan untuk melancarkan penghancuran Tano Batak…

(komentar Robert Manurung pada artikel ini di Facebook-nya Suhunan Situmorang)

Oleh : Suhunan Situmorang* *

SUDAH KULIHAT data teranyar itu, hutan di kawasan Tele-Hutagalung-Pollung, tinggal 500 meter lagi sisanya! Semua sudah dibabat agen PT Toba Pulp Lestari (eks Indorayon).

11 anggota DPRD Kab. Samosir, satu pastor dari gereja Katolik, lima dari masyarakat dan LSM, siang hingga sore tadi ( kemarin, Rabu 23/10) menunggu di lobby Dephut, Manggalawanabakti, Jakarta. Kami diterima seorang pegawai, yang kemudian mencatat maksud-tujuan kedatangan rombongan.

Habis sudah, punah sudah hutan-hutan berusia ratusan tahun yang mengitari Danau Toba bagian barat itu. Hutan heterogen yang jenis pohonnya hanya tumbuh di situ, tak tumbuh di daerah lain di Indonesia bahkan di dunia ini. Gila! Alangkah jahatnya manusia ini, alangkah mengerikannya kapitalisme global ini, alangkah tak pedulinya kami manusia-manusia Batak yang hanya sibuk memikirkan diri dan memperbanyak pundi-pundi keuangannya itu!

Hari ini, kuhitung, ada 55 SMS yang kukirim ke kawan-kenalan, yang kuanggap para stakeholders Tano Batak, yang kampung halamannya atau nenek moyangnya berasal dari daerah yang hutannya dibabat PT TPL dan pembabat liar yang dibeking penguasa setempat itu. Hasilnya?

Hanya delapan yang merespons, padahal selama ini mereka selalu bilang: cinta kampung halaman, bonapasogit, Danau Toba! Kuajak mereka memberi dukungan, bergabung dengan rombongan di kantor WALHI/KPA, lalu ke Dephut.

Sayangnya lagi, rombongan DPRD pun tak cukup prof bekerja. Surat mereka ke Dephut beberapa hari lalu–menanggapi demo masyarakat–tak secara tegas isinya meminta pertemuan dengan sang menteri. Menteri kehutanan, dirjen-dirjen, tak satu pun di kantor mereka. Katanya, semua ada tugas di luar sana.

Memang, bangsaku ini, Batak ini (sebagaimana kecenderungan suku lain di Indonesia), sudah terpenjara di kepentingan diri belaka. Semua mengaku sibuk dan hanya bisa mengucapkan “pada prinsipnya turut mendukung” namun ogah diajak bergabung. Mencintai sesuatu semata-mata karena vested, kepentingan: kekuasaan atau dagang.

Betapa sulit sekarang ini menemukan manusia-manusia yang tulus berbuat dan berkorban tanpa menanyakan: mau dapat apa dari situ. Selalu dihitung cost dan untung-ruginya!

Hormatku utk sobat-sobatku: Frank Marudut Pasaribu, Charlie Sianipar, Robert Manurung, Laris Naibaho. Cinta dan dukungan kalian sungguh tulus, bukan karena kepentingan diri sendiri. O Tano Batak, O Danau Toba, maafkanlah keterbatasan dan ketakberdayaanku untuk melindungimu…

——————————————–

**Suhunan Situmorang : pengacara, penulis novel Sordam, tinggal di Jakarta

(artikel ini dan komentarku pada alinea paling atas aku kutip dari Facebook-nya Suhunan Situmorang)

22 Tanggapan to "Tano Batak, Danau Toba, Maafkanlah Ketakberdayaanku…"

Turut Berduka cita tulang,
tak berdaya aku membayangkan kerusakan yang terjadi,beratus tahun membuatnya menjadi indah, sungguh menjadi ciptaan Tuhan yang maha agung, tapi sebentar saja mereka rusak 😦
tak terbayang kerusakan ekosistem yang terjadi, ketidak seimbangan alam, bencana yang akan datang.
Ampuni kami Tuhan, tak bisa mencegah kerusakan ciptaan tanganMu.
Sedih sedih sedih 😦

Salam Sejahtera, Memang Saya sependapat dengan Kawan-kawanku di Toba, Hutan di Sumut sudah luluh lantak, habis sudah kita ini, tidak tahu kenapa para petinggi kita yang di Jakarta dan Medan Kok Pada Diam seribu bahasa???? Mari kita lawan para pelaku Illeggal Logging itu mari kita hancurkan para perambah Hutan itu dengan mengusir TPL dari Bumi Tapanuli!! Jangan wariskan Air Mata buat anak cucu kita tapi wariskanlah Mata Air!! Salam dari kami Kesaktian Peduli Generasi Indonesia Salatiga Jawa Tengah. Pdt Masada Sinukaban GBU

Syalom, Tangkap Pelaku Illeggal Logging dan para Perambah Hutan di Indonesia Khususnya di Sumut dan Tapanuli. Mari kita desak Pemerintah Susilo-Kalla untuk lebih tegas melawan para pelaku Illeggal Logging di Bumi Indonesia ini. Kalau pemerintah tidak mampu maka itu membuktikan ketidakseriusan Pemerintah RI terhadap masalah Illeggal Logging di Indonesia GBU

Syalom, Salah satu Solusinya masalah Gundulnya Hutan di Tele ini adalah menggerakkan Seluruh Rakyat Tapanuli untuk kembali menanam Hutan yang berada di pinggiran Danau Toba, apakah Gereja atau warga Masyarakat yang masih Cinta Danau Toba, semua itu Demi Generasi Kita kelak Mejuah-juah OK GBU

Horas ma di hamu saluhut na,

Memang negara kita sudah rusak, mau diperbaikin nya juga susah. Saya hanya bisa bilang turut berduka cita atas terjadi nya ini. Saya orang kecil, tidak bisa apa-apa, hanya prihatin saja.

Waktu saya sd, danau Toba masih enak, banyak sungai dan air terjun nya gampang di lihat di samosir. Orang tua saya juga bilang dulu ada pohon pinus di daerah Tomok dan sekitar nya yang bertuliskan rimba ciptaan. Sekarang malah hutan rimba sudah hilang.

Kepada Amang dan Inang halak hita di pemerintahan samosir atau Sumatra Utara buka lah mata, lihat lah sekeliling warisan leluhur kita ini sudah hancur.

Untuk komunitas tobadream, selain sumbangan menanam pohon apa yang bisa kita perbuat lagi? apakah bisa kita mencegah? saya lihat di metro tv minggu lalu, orang-orang kecil di Samosir yang berdemo, mereka masih mencintai lingkungan dibanding halak hita yang orang besar.

Sekali lagi, para pejabat dinas kehutanan Sumatra Utara, buka lah mata kalian, kalau mata kalian sakit, saya mau sumbangkan obat tetes mata buat kalian, supaya bisa melihat dengan baik.

sekarang yang perlu dibasmi adalah sumbernya (akarnya)
PT TPL harus ditutup dulu baru kita tanami hutan2 yang sudah gundul, kalu TPL masih berdiri kita menanami hutan itu, mereka akan lebih bersemangat dan tersenyum, karena kita telah menyediakan bahan baku buat mereka,
semua tahu, kita telah melakukan perjuangan panjang dan berkorban untuk menutup TPL, tapi apa daya, hasilnya belum memuaskan, tapi saya yakin perjuangan akan terus berlangsung…

Tak ada jalan lain, kecuali TUTUP habis PT.Toba Puls Lestari !!!

Saya merasa Terharu, Bersedih dan Marah membaca berita ini, sementara disaat yang hampir bersamaan Kementrian Negara Lingkungan Hidup memberikan “Penghargaan” kepada Toba Pulp Lestari, penghargaan berkategory hijau ini diberikan karena Pemerintah menganggap “TPL telah melakukan kewajibannya terhadap dampak Lingkungan dengan Baik” dari sini kelihatan sekali Keberpihakan Pemerintah kepada Pengusaha, juga jelas pertanda Ketidak Perdulian Pemerintah terhadap Penyakit Kulit dan Gatal Gatal yang dialami Penduduk Siruar akibat Pencemaran Lingkungan, seperti di beritakan Harian Kompas.
Ayo Bangsoku…Bangso Batak Na Tarbarita….ketuk hati kecilmu, mari berjuang mempertahankan Hakmu…
Get Up Stand Up, Stand Up For Your Right..!!! lagu ini dinyanyikan oleh Bob Marley untuk menentang Pemerintah Jamaika yang memperbudak dan menindas Petani……Mereka Berhasil..! Bagaimana dengan Bangso ini…?!
Horas dari Amerika.

Sebenarnya apa sih yang ada di otak para pejabat berwenang itu??????? dibilang otak udang tapi udangnya juga udah mati.
Masyarakatnya udah kena PENYAKIT KULIT kok masih TPL dikasih izin lagi?

Saya adalah satu2nya perantau asal samosir yang mendampingi rombongan DPRD,LSM, dan perwakilan masyarakat dalam pertemuan dengan Departemen Kehutanan pada tanggal 24 Oktober yang lalu, yang diwakili oleh; 1. Dr.Ir. Bejo santoso, Msi ; Pj. Direktur Bina Pengembangan Hutan Tanaman, dan 2. Ir. Soetrisno, MM; Kepala Pusat wilayah Pengelolaan Hutan. Pada pertemuan tersebut, masing masing menguraikan persoalan penebangan hutan yang sedang terjadi sekarang di Kabupaten samosir, khususnya penebangan hutan alam di Hutan Register 41 Hutagalung, Blok Sitonggi-tonggi, kecamatan Harian, dan sekitarnya.
Sudah menjadi kultur birokrat di negeri ini, kedua pejabat tersebut hanya bisa menanggapi secara normatif tanpa ada satu pernyataan atau komitmen yang bisa jadi pegangan. Malah keduanya terkesan menghindar dengan mengatakan, bahwa tidak ada surat penunjukan kepada mereka berdua untuk mewakili departemen, dalam menerima perwakilan lembaga dan masyarakat samosir.
DPRD Samosir dengan suratnya yang bernomor 170/78/DPRD/-SMR/X/2008, dan Pemerintah Kabupaten samosir (Pemda) dengan nomor 522.21/5896/PH/DKP/2008 yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan, dengan tegas meminta supaya penebangan hutan yang sedang berlangsung di daerah tersebut diatas segera dihentikan, karena sudah berada pada tingkat yang meresahkan dan mengkhawatirkan.
Patut kita banggakan, dan memberi apresiasi atas kekompakan kedua lembaga pemerintahan tersebut dalam meminta supaya akitifitas pembabatan hutan yang sedang terjadi, segera dihentikan. Pada akhir pertemuan, salah seorang pimpinan DPRD Samosir, yang sekaligus sebagai ketua rombongan mengatakan kepada saya ;”Kami sudah berbuat, apa yang bisa kalian perbuat para parantau asal Samosir?, jangan hanya nogomonglah, selamatkanlah kampung halaman kita itu”.
Terus terang, saya merasa terhina dan “maila” dengan ungkapan tersebut. Dengan ini saya meminta kepada saudara-saudara sekalian, marilah kita berbuat sesuatu terhadap permasalahan tersebut diatas. Saya tidak bisa bayangkan, apa yang akan terjadi pada tiga kecamatan (Harian Boho, Sitio-Tio, Sianjur Mula-Mula), apabila hutan yang diatas ketiga wilayah kecamatan tersebut tidak bisa lagi menahan dan meresapkan air yang ada.
Beradasarkan pemaparan salah seorang perwakilan LSM, diperkirakan hanya di wilayah tersebut diatas terjadi pembabatan hutan alam kurang lebih 15 ha/hari. Dari fhoto-fhoto yang mereka perlihatkan, saya berkesimpulan, bahwa pembabatan tersebut memang sudah berada pada tingkat yang mengerikan. Mari saudara-saudara, marilah kita berbuat sebelum terlambat. Merdeka!!!!.

Apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan yang tersisa dan memulai yang baru untuk lingkungan hidup terutama Samosir itu? Kita sama-sama tahu pemerintahan tidak akan berbuat banyak, apalagi mereka tidak akan mengalami dampak langsung dari penghancuran hutan ini. Dialog-dialog juga sepertinya tidak akan berdampak.

Amang Raja Huta,

Turut berdukacita.

Aku malu tidak berbuat apa apa

Hanya ASA dan harapan, semoga perusahaan yang menghancurkan alam di sekitar tao toba bangkrut!!
Karena tuntutan untuk menutup tidak ditanggapi boro boro realisasi.

Apakah berdosa mengharapkan suatu badan usaha resmi bangkrut. aku tak tahu…

arif sipayung

[…] bisa dibaca oleh rekan-rekan yang punya ikatan emosional dengan kampung halaman, di posting oleh Tobadreams yang merupakan tulisan Suhunan […]

Horasssssssss,

Bagi Bapak/Ibu:
1. yang peduli Lingkungan,
2. yang peduli masa depan generasi kita,
3. yang menghargai warisan orangtua.

kini TPL sedang memasuki wilayah Tombak/hutan kemenyaan Bapak saya. saya sedih mendengar bahwa pemilik tombak disekitar Simonggo akhirnya menerima imbalan pohon dan tanah kemenyan yang disebut “parsipisang natonggi” dengan sebesar yang tidak wajar. pertanyaan saya apakah masih ada hatinurani Pemda,anggota Dewan, Pengusaha melihat ketiga hal tersebut di atas ?…

memang kalo sudah hamba uang sich, teori macheveli pun keluar sudah.. kapan bertobatnya mereka2 itu iya… apa ga takut hukum kharma kali iya…

mauliate.

Tidak ada kata terlambat…

Kita jangan berhenti di ketidakberdayaan.

Dan kalau bisa jangan jadi alasan untuk saling menyalahkan.

Biar bagaimanapun ini sudah terjadi.

Bukan saatnya lagi berduka cita dan bersedih, tetapi alam ingin kita bertindak untuk menyelamatkan mereka.
Mari kita memulai lagi dengan menggerakkan berjuta pohon Agar Anak cucu kita bisa menikmatinya nanti.

Horas jala Gabe
Jangan Lupa Dukung “Danau Toba to The New 7 Wonders of Nature”

@ Semua penanggap

Horas, terimakasih, sudah memberi tanggapan dan dukungan semangat.

Sejak rencana pembatatan hutan Tele untuk lokasi perkebunan bunga (oleh investor Korea Selatan) saya hebohkan (antara lain, lewat penyeberan di milis-milis, blog Partungkoan-Tanobatak, blog tobadreams, tobadreams.org, blog Sitohang par Bintan, juga atas kerjasama dengan kawan-kawan di media-media Sumut (koran Metro Tapanuli/Metro Siantar) dan imbauan agar bersikap tegas menolak pembabatan hutan yg terus kami sampaikan ke beberapa kumpulan marga asal Samosir di Jakarta dan Medan), akhirnya DPRD mendesak Pemkab Samosir utk menggagalkan rencana tsb.

Polemik soal ini cukup alot dan tegang di Ktr Pemkab Samosir, dan bupati sendiri akhirnya tak berani melanjutkan proyek tsb setelah muncul demo masyarakat dan penentangan sebagian anggota DPRD Samosir yg intinya menolak pengalihan fungsi hutan Tele. Memang, pembabatan hutan Tele secara ilegal oleh pengusaha kayu setempat masih terus berlangsung, yg entah kenapa seperti dibiarkan aparat kepolisian. Artinya, walau si pengusaha Korea tsb sudah menghentikan niatnya (memang belum permanen), proses deforestasi ilegal masih berjalan di sana. Tapi, setidaknya dengan sikap Pemkab Samosir yg mau mendengar suara protes DPRD dan masyarakat, sudah harus disyukuri dan disambut dengan sikap dan pikiran positif.

Tgl 23-24 Oktober lalu, rombongan DPRD Samosir (sekitar 11 orang) bersama LSM, seorang pasto, dan lima perwakilan masyarakat Samosir, menyambangi kantor Dephut utk meminta penghentian penebangan hutan oleh PT TPL di wilayah Tele-Dolok Sanggul, karena hampir kawasan hutan yg berbatas dng bukit-bukit di atas Danau Toba tsb sudah mendekati kepunahan (antara lain, pohon yg menghasilkan kemenyan atau haminjon, johar, suren, dan rotan). Dua hari mereka di Jakarta (sayang, hanya sehari bisa saya dampingi karena dihalangi pekerjaan). Hasilnya, tiga hari lalu, seorang kerabat saya anggota DPRD Samosir, Tumpak Situmorang (yangg juga ikut ke Jakarta), mengirim SMS, isinya: “SK Kadis Hutan Provinsi sudah keluar ttg penyetopan RKT Blc Sitonggitonggi dekat Tele. Sekarang lagi mau konferensi pers di ktr DPRD.” Saya bersorak dan merasa lega, lantas meneruskan SMS tersebut ke kawan-kawan yg peduli nasib hutan di kawasan Tano Batak (tidak hanya Tele!), antara lain, Petrus M Sitohang, Robert Manurung, Monang Naipospos, dll. Memang, sebagian besar kawasan hutan yg mengitari sisi Danau Toba bagian barat (Dolok Sanggul-Tele) tinggal 15-20% saja, tapi setidaknya masih ada yg tersisa. Juga tidak boleh lengah atau berhenti berteriak karena si pembabat hutan Tele itu masih terus beroperasi (konon, ia pengusaha paling kaya di Kab. Samosir sekarang).

Secara pribadi, dari hati yg tulus, saya mengucapkan terimaksih, mauliate godang, pada semua pembaca blog ini, yg mayoritas menentang penghancuran kawasan hutan Tele. Dukungan kalian sungguh menyadarkan saya dan kawan-kawan bahwa kita memang benar-benar mencintai alam Tano Batak. Bukan cuma dinyanyikan dalam lagu ciptaan S.Dis “O Tano Batak” yang kesohor itu.

Melalui blog ini pun, saya pribadi mengucapkan terimakasih utk rekan-rekan yg peduli dng kawasan hutan Dolok Sanggul-Tele dan seluruh wilayah Tano Batak serta alam Indonesia, antara lain: Robert Manurung, Frank Marudut Pasaribu, Charlie Sianipar, Viky Sianipar, Charly Silaban, Washinton Simbolon, Laris Naibaho, Sangap Sihotang, Alvin Nasution (grup koran Metro), Tonggo Simangunsong (koran Global, Medan), Deny Sitohang (Medan), Sahat Ferry Nainggolan di Kuala Lumpur (admin milis pulosamosir), Srikandini, Lidya Hutagaol, Desy Hutabarat, semua anggota milis ‘corona mae’ (alumni SMA-Seminari Budi Mulia P. Siantar) yang gencar menyebarkan “malapetaka” ini ke berbagai kawan mereka di Indonesia dan luar negeri, dan masih banyak lagi kawan dan kerabat di Jakarta, Medan, Samosir, bahkan luar negeri (a.l, G. Meha di Kanada, Maryke Silalahi Nuth di Norwegia), tokoh-tokoh marga Simbolon, Sitanggang, Situmorang, Sihotang, di Jakarta dan Medan, yg gencar menyebarkan berita keprihatinan ini dan melakukan berbagai tekanan dan upaya utk menyelamatkan kawasan hutan sepanjang Dolok Sanggul-Tele.

Last but not least, terimakasih yang tulus kusampaikan untuk: Robert Manurung, Monang Naipospos (Laguboti), Jarar Siahaan & Bonar Siahaan (Balige).

Tano Batak, Danau Toba, juga alam Indonesia, tetap menanti perhatian kita yang sungguh-sungguh mencintainya; karenanya mari kita terus berbuat, peduli, tak jadi soal apa yg bisa kita berikan dan lakukan. Bukan hanya uang-materi. Bahkan sebait tulisan pun berarti.

WASPADA !

Naiknya permukaan air Danau Toba yang hingga menimbulkan BANJIR di pemukiman warga sekitar merupakan fenomena alam yang baru karena selama ini Danau Toba TIDAK PERNAH meluap apalagi sampai menimbulkan banjir.

(Liputan 6 Malam SCTV, 02/12/2008 22:56)

Semoga bukan Alam mulai enggan bersahabat dengan kita

Pemda Sumatera Utara tidak serius terhadap apa yang terjadi di Tanah Batak.

Penjarahan hutan ada dimana-mana, sebenarnya jika Pemda mau … nongkrong aja satu jam di Baringin Pusuk , Kec. Parlilitan Dolok Sanggul……

Saya sudah saksikan dengan mata kepala saya sendiri.
truk-truk yang angkut kayu2 gelondongan setiap jam nya.
Yang menjadi pertanyaan : Apakah mereka punya ijin, jika punya… dari siapa ijin itu ? dan bagaimana mekanisme sehingga dapat ijin ?

(Apa yang disampaikan Pak Suhunan Situmorang sangat Benar)

KPK sudah ada di Pekanbaru, Saya doakan KPK akan secepatnya sampai kesana.

Horas

Horas Amang S. Situmorang,
Terakhir saya bertandang ke Danau Toba dan ke Samosir di bulan Oktober 2008. Sebelumnya telah berkunjung ke sana tiga kali, dan memang meihat bahwa semua pohon pinus di Samosir hampir habis. Tinggalah bukit-bukit berbatu yang ditumbuhi rerumputan atau ilalang. Dan, jika memandang ke sekeliling Danau Toba, seolah masih terlihat pohon-pohon pinus. Namun, jika kita masuk ke dalam, katakan lima ruts meter saja, maka tahulah kita: yang terlihat di luar hanyalah kamufalse belaka. Sesungguhnya hutan di sekitar Danau Toba na uli, sudah hancur.
Bagaimana jika kita membuat semacam situs, sehingga bisa diakses oleh siapa saja melalui internet, dan di situ ada “gerakan seribu rupaih’? Dan, bagaimana jika ada ‘ide’ untuk membuat pondok-pendidikan ‘alam’ di sekitar Danau Toba, apakah ada yang berminat ikut. Saya bersedia menjadi salah seorang fasilitatornya. Maafkan, saya tulis ini dalam bahasa Indonesia, karena kemampuan menulis dalam bahasa Batak Toba saya sangat kurang. Horas

Tinggalkan komentar

Blog Stats

  • 761.249 hits

Arsip